- Seruan Serikat Petani Indonesia Pasca Protes dan Kerusuhan Agustus
- Mendorong Koeksistensi Manusia dan Orangutan Tapanuli
- UNAS dan Kedubes Malaysia Inisiasi Penanaman Mangrove di Desa Sukawali, Tangerang
- Pegunungan Dolok Paung Tidak Lagi Memberi Air Kehidupan Bagi Masyarakat Adat Huta Parpatihan
- Kembalinya Operasi PT Gag Nikel Kabar Buruk Bagi Upaya #SaveRajaAmpat
- Gatal Kepala dan Sebal
- Oki Setiana Dewi Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Jakarta
- HUT ke 24 PD, SBY Melukis Only The Strong Langsung di Hadapan Ratusan Kader Demokrat
- Greenpeace Asia Tenggara Bawa Cerita #SaveRajaAmpat ke Forum PBB, Desak Tata Kelola Nikel
- Spirit dan Kesyahduan Peringatan Maulid Nabi Musola Nurul Hikmah dan Yayasan Ihsan Nur
Begini Penjelasan Kepala Badan Pangan Nasional Tentang Praktik Pencampuran pada Beras Premium
.jpg)
JAKARTA – Pemerintah saat ini tengah
membenahi perberasan nasional dengan mendorong produsen beras, terutama beras
premium, agar dapat memperhatikan secara serius terhadap kualitas dan mutu
berasnya sesuai label yang diberikan. Upaya penertiban ini dilakukan semata-mata
guna melindungi masyarakat sebagai konsumen.
Terkait itu, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food
Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengelaborasi bahwa langkah tegas pemerintah
harus diterapkan untuk perbaikan tata niaga perberasan. Menurutnya, tenggat
waktu selama 2 minggu telah diberikan agar produsen beras dapat melakukan
evaluasi dan perbaikan.
"Sekarang pemerintah mau menertibkan. Kalau beras
kemasan 5 kilo, isinya jangan 4,8 kilo. Tidak boleh. Untuk itu, 2 minggu yang
lalu Bapak Menteri Pertanian mengundang Badan Pangan Nasional, Satgas Pangan
Polri, dan Kejaksaan terkait temuan lebih dari 200 merek beras premium yang
tidak sesuai," jawab Arief dalam wawancara cegat di Kementerian
Koordinator Bidang Pangan, Jakarta pada Selasa (15/7/2025).
Baca Lainnya :
- DPR Setujui Pagu Indikatif untuk Transmigrasi 2026: Dorong Program 5T Menuju Transmigrasi Modern0
- Rangkap Komisaris BUMN, Wamen Dinilai Langgar Konstitusi0
- Komisi IV DPR RI Dukung Mentan Usut Kasus Oplosan Beras: Ini Kejahatan Sistematis!0
- FDKI Ajukan Lima Agenda Strategis Penyelenggaraan Kehutanan Indonesia dalam Revisi UU 41/19990
- Banjir di Tengah Musim Kemarau: Bukti Krisis Iklim Semakin Nyata0
"Penindakan ini untuk melindungi masyarakat sebagai
konsumen. Nanti silahkan membuktikan temuan pemerintah ini, kan setiap
perusahaan punya QC (Quality Control). Apalagi sudah diberi waktu 2 minggu
untuk perbaikan. Ini untuk memperbaiki sistem, supaya juga jangan konsumen
dapat beras yang tidak sesuai labelnya," kata Arief lagi.
Arief mengatakan pemerintah telah menetapkan persyaratan
mutu dan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Harapannya para pelaku usaha dapat
mengimplementasikan ketetapan tersebut. Salah satu indikator pembeda antara
beras medium dan premium adalah butir patah atau broken.
"Standar mutu beras sudah ada di Peraturan Badan Pangan
Nasional Nomor 2 Tahun 2023. Kemudian jenisnya apa saja dan HET juga. Kalau HET
beras premium itu Rp 14.900 per kilo (Zona 1). Broken-nya maksimal 15 persen.
Kalau kita ikut standar internasional, lebih ketat lagi, karena beras premium
di luar negeri bisa maksimal di level 5 persen," ungkap Arief.
"Salah satu perbedaan beras premium dan medium itu ada
di broken, di pecahannya. Pencampuran yang biasa dilakukan, itu maksudnya kan
ada beras kepala atau beras utuh. Lalu ada pula beras pecah. Nah karena beras
premium maksimal broken-nya 15 persen, beras kepala dan beras pecah tadi
dicampur, sampai maksimal 15 persen," beber Arief.
Dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023,
yang dimaksud beras kepala adalah butir beras dengan ukuran lebih besar dari
0,8 sampai 1 butir beras utuh. Sementara, beras patah adalah butir beras yang
berukuran lebih besar dari 0,2 sampai lebih kecil 0,8 dari butir beras utuh.
Adapun kelas mutu beras premium yang telah ditetapkan antara
lain memiliki butir patah maksimal 15 persen, kadar air maksimal 14 persen,
derajat sosoh minimal 95 persen, butir menir maksimal 0,5 persen, total butir
beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1 persen,
butir gabah dan benda lain harus nihil.
"Apapun alasannya, kalau di packaging dilabeli beras
premium, maksimal broken-nya harus 15 persen. Kadar airnya maksimal 14 persen,
karena kalau konsumen dapat beras yang kadar airnya di atas 14 persen, itu
nanti beras bisa cepat basi, karena berasnya terlalu basah," pinta Arief.
Menanggapi isu beredarnya beras oplosan di masyarakat, Arief
menegaskan pentingnya transparansi, khususnya terkait pencampuran beras yang
dapat menyesatkan konsumen. Ia menegaskan, yang perlu menjadi perhatian adalah
jangan sampai mencampurkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP),
yang dijual dengan harga sesuai HET beras medium, lalu menjualnya dengan harga
mendekati HET beras premium.
“Misalnya, beras SPHP dengan harga Rp 12.500 per kilo (Zona
1), kemudian dicampur dengan beras lain dan dijual seharga Rp 14.900 per kilo.
Praktik seperti ini tidak dibenarkan. Tidak boleh, karena merugikan masyarakat
dan melanggar ketentuan yang berlaku. Ini karena ada subsidi dari negara,”
tegas Arief.
Lebih lanjut, kondisi harga beras premium saat ini dalam
pantauan Panel Harga Pangan NFA, per 15 Juli, rerata harga beras premium di
Zona 1 berada di Rp 15.390 per kilogram (kg) atau 3,29 persen lebih dari HET.
Sementara di Zona 2 berada di Rp 16.465 per kg atau 6,92 persen di atas HET dan
Zona 3 di Rp 18.177 per kg atau 15,04 persen melampaui HET.
