- Seruan Serikat Petani Indonesia Pasca Protes dan Kerusuhan Agustus
- Mendorong Koeksistensi Manusia dan Orangutan Tapanuli
- UNAS dan Kedubes Malaysia Inisiasi Penanaman Mangrove di Desa Sukawali, Tangerang
- Pegunungan Dolok Paung Tidak Lagi Memberi Air Kehidupan Bagi Masyarakat Adat Huta Parpatihan
- Kembalinya Operasi PT Gag Nikel Kabar Buruk Bagi Upaya #SaveRajaAmpat
- Gatal Kepala dan Sebal
- Oki Setiana Dewi Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Jakarta
- HUT ke 24 PD, SBY Melukis Only The Strong Langsung di Hadapan Ratusan Kader Demokrat
- Greenpeace Asia Tenggara Bawa Cerita #SaveRajaAmpat ke Forum PBB, Desak Tata Kelola Nikel
- Spirit dan Kesyahduan Peringatan Maulid Nabi Musola Nurul Hikmah dan Yayasan Ihsan Nur
Seruan Serikat Petani Indonesia Pasca Protes dan Kerusuhan Agustus

JAKARTA - Agustus, sebagai bulan Kemerdekaan Indonesia. Selain diwarnai kegiatan peringatan hari kemerdekaan, Indonesia dilanda gelombang aksi protes di sejumlah daerah, terutama di Jakarta. Sejak 25-31 Agustus ribuan mahasiswa, buruh, dan rakyat turun ke jalan memprotes tunjangan mewah pejabat DPR. Protes tersebut telah menyebabkan terjadinya kekerasan dan kerusuhan yang menimbulkan korban jiwa.
Gelombang protes itu berkembang menjadi tuntutan yang lebih luas, termasuk penghentian kekerasan aparat, pembatalan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), serta perbaikan kebijakan ekonomi. Di beberapa kawasan industri, buruh juga menggelar aksi dengan menolak sistem kerja outsourcing, upah murah, serta pemutusan hubungan kerja massal. Rangkaian demonstrasi ini mencerminkan meluasnya ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi sosial-ekonomi, ketidakadilan agraria, dan kebijakan pemerintah.
Serikat Petani Indonesia (SPI) menyampaikan keprihatinan
mendalam atas terjadinya protes rakyat yang menyebabkan kerusuhan dan jatuhnya
korban jiwa dalam aksi mahasiswa, buruh, dan rakyat beberapa hari terakhir. SPI
pun memahami bahwa rakyat mencela perilaku dan gaya hidup arogan segelintir
pejabat di tengah penderitaan rakyat.
Baca Lainnya :
- Kembalinya Operasi PT Gag Nikel Kabar Buruk Bagi Upaya #SaveRajaAmpat0
- HUT ke 24 PD, SBY Melukis Only The Strong Langsung di Hadapan Ratusan Kader Demokrat0
- Greenpeace Asia Tenggara Bawa Cerita #SaveRajaAmpat ke Forum PBB, Desak Tata Kelola Nikel0
- Api Dalam Sekam dan Batu Uji Kepemimpinan Prabowo Subianto 0
- Revisi UU Pangan: Benahi Sistem, Jangan Akomodasi Proyek Jangka Pendek0
Namun, penggiringan narasi publik hanya pada isu moral (DPR,
Menteri, dan lain-lain) sesungguhnya hanya menyentuh permukaan masalah. Akar
persoalan bangsa ini jauh lebih serius: ketidakadilan ekonomi, terutama
ketidakadilan agraria; korupsi yang merajalela; kelambanan dalam memenuhi
tuntutan rakyat; kemandekan demokrasi akibat politik uang dan praktik pasar
suara yang melahirkan kabinet tidak kompeten dan tidak berpihak pada rakyat;
serta kekerasan aparat terhadap gerakan rakyat dalam memperjuangkan hak atas
tanah, hak buruh, dan hak-hak pekerja lainnya.
Persoalan ekonomi politik yang melanda negeri saat ini
diakibatkan oleh penyelewenangan kontitusi. Politik dikuasai oleh kekuatan
politik yang hanya melanggengkan kekuatan oligarki, ekonomi dikuasai oleh
kekuatan oligarkhi. Kekayaan alam Indonesia dikuras dan hanya untuk oligarki
saja, juga pemodal asing. Ketimpangan penguasaan alam, rakyat hidup dalam
kemiskinan, ketiadaan lapangan pekerjaan, dan kekurangan pangan.
Sebagai bangsa yang berlandaskan Pancasila, SPI memandang
bahwa sesunguhnya, jalan keluarnya sudah jelas:
- Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia hanya dapat diwujudkan dengan
melakukan reforma agraria sebagai langkah awal dalam membangun fondasi
ekonomi Indonesia. Karena dengan Reforma Agrarialah kekayaan alam yang
terkandung di bumi dan di dalamnya bisa membawa kemakmuran yang adil.
Karena itu usaha-usaha di bidang pertambangan harus ditata kembali menjadi
sumber-sumber usaha yang menjadi kekayaan negara. Tanah Indonesia yang
subur ini harus didistribusikan kepada petani, dan orang-orang yang tak bertanah.
Karenanya kebijakan pemerintah Prabowo sekarang yang sedang menertibkan
kawasan hutan haruslah menjadikan tanah hutan yang ditertibkan tersebut
menjadi tanah obyek reforma agraria. Demikian juga tanah-tanah yang
dikuasai perorangan yang berskala luas dan perusahaan perkebunan haruslah
menjadi obyek reforma agraria. Upaya untuk mempercepat pelaksanaan reforma
agraria haruslah diikuti dengan revisi perpres yang ada sekarang dan
membuat kebijakan baru yang sungguh-sungguh.
- Kedaulatan
rakyat menuntut ditegakkannya Kedaulatan Pangan harus diikuti dengan
menghentikan ketergantungan pangan dari impor, food estate, dan korporasi
pangan raksasa, dengan membangun pertanian rakyat melalui
koperasi-koperasi petani dan koperasi desa, serta koperasi-koperasi
konsumen dan juga koperasi-koperasi pekerja.
- Cabut
UU Cipta Kerja yang melakukan liberalisasi dan privatisasi kehidupan
ekonomi dan rakyat Indonesia.
- Revisi
UU Pangan, UU Kehutanan, dan pembentukan UU Masyarakat Adat yang sedang
berlangsung di DPR sekarang haruslah semakin menguatkan kebijakan untuk
menegakkan kedaulatan pangan dan pelaksanaan reforma agraria. Demikian
juga revisi UU Koperasi haruslah menjadi upaya untuk memperkuat posisi
koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia.
- Segera
sahkan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan undang-undang
Ketenaga Kerjaan.
- Demokrasi
yang berkeadilan hanya dapat tumbuh bila kriminalisasi gerakan rakyat
dihentikan, serta serikat petani, serikat buruh, dan kelas pekerja
dilibatkan dalam menentukan arah kebijakan sosial-ekonomi bangsa.
Oleh karena itu, SPI menyerukan:
- Hentikan
kekerasan aparat! Lindungi hak rakyat untuk bersuara dan memperjuangkan
hak-haknya.
- Kepada
sesama rakyat: Bersatu dan jangan terprovokasi! Arahkan energi perjuangan
pada agenda struktural: keadilan sosial-ekonomi dan sosial-politik, bukan
pada konflik elite yang hanya berebut kekuasaan.
- Kepada
pemerintah dan aparat negara: Hentikan politik adu domba, jalankan Reforma
Agraria Sejati, wujudkan Kedaulatan Pangan, dan bangun demokrasi yang
benar-benar berpihak pada rakyat.
SPI menegaskan, jalan keluar krisis bangsa ini bukanlah
“deal” atau kesepakatan para elite, melainkan jalan kerakyatan yang berpijak
pada Pancasila: persatuan, demokrasi sejati, dan keadilan sosial yang berdaulat
bagi seluruh rakyat Indonesia.
