Api Dalam Sekam dan Batu Uji Kepemimpinan Prabowo Subianto

By PorosBumi 03 Sep 2025, 08:14:04 WIB Tilikan
Api Dalam Sekam dan Batu Uji Kepemimpinan Prabowo Subianto

Hendri Irawan

Pemimpin Redaksi porosbumi.com

Baca Lainnya :


"PERDAMAIAN harus dipahami dan diyakini sebagai kondisi di mana keadilan ditegakkan, persamaan hak dan kebebasan dijamin, kesejahteraan terwujud, toleransi menjadi praktik sehari-hari, dan terciptanya lingkungan yang demokratis dan hak asasi manusia”.

Pernyataan mendalam dan sarat makna dipaparkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla saat menyampaikan kuliah umum berjudul "Ketidaksesuaian antara Konflik dan Peradaban" setelah menerima gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Hiroshima, Jepang, pada 21 Februari 2018. Pernyataan yang disampaikan Yusuf Kalla, tentu masih selaras dengan perkembangan dunia yang kini sangat dinamis, di mana paradigma perdamaian telah jauh bergeser. Perdamaian tidak lagi dipahami hanya sebagai ketiadaan kekerasan dan peperangan, melainkan lebih dari itu.

Diketahui, beberapa hari belakangan masyarakat Tanah Air dikejutkan dengan gelombang aksi massa di Jakarta, dan sejumlah daerah yang berujung kerusuhan. Terjadi pembakaran sejumlah gedung DPRD, markas polisi, robohnya pagar DPR di Senayan, dan fasilitas umum lainnya. Aksi massa dipicu meninggalnya Affan Kurniawan, seorang driver ojek online (ojol) akibat dilindas kendaraan taktis (rantis) Barracuda, di tengah kecamuk aksi demonstrasi yang berlangsung di Jakarta, pada 25-31 Agustus 2025.

Meski secara umum situasi terakhir di Tanah Air telah kondusif dan kondisi kehidupan bernegara dirasa relatif aman-aman saja, namun bayang-bayang kecemasan pasca rusuh masih tetap menghantui Bahkan banyak yang bertanya, apakah situasinya sudah benar-benar aman? Apakah tidak ada lagi aksi demonstrasi? Atau jangan-jangan akan ada gelombang kerusuhan yang lebih besar? Berbagai pertanyaan dan kekhawatiran itu yang kini berkecamuk di benak masyarakat.

Demo 28 Agustus 2025 menjadi salah satu aksi terbesar sekaligus paling tragis tahun ini. Dimulai dengan tuntutan buruh yang berjalan damai, situasi berubah ricuh saat mahasiswa mengambil alih aksi. Tidak hanya di Jakarta, kerusuhan meluas hingga ke daerah-daerah dan menimbulkan kerusakan, pembakaran fasilitas umum, serta menelan korban jiwa 10 orang.

Menyikapi situasi yang terjadi, Presiden Prabowo di kediaman pribadinya di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jumat (29/08/2025), mengimbau seluruh masyarakat agar tetap tenang dan percaya terhadap langkah pemerintah. Presiden menekankan bahwa semua keluhan masyarakat akan dicatat dan ditindaklanjuti.

“Bangsa kita sedang berbenah diri, bangsa kita sedang mengumpulkan semua tenaga, semua kekuatan, semua kekayaan untuk kita,” jelas Presiden. Ia pun menegaskan bahwa aspirasi yang sah tetap bisa disampaikan melalui cara-cara yang tertib. “Aspirasi yang sah, silakan untuk disampaikan. Kita akan perbaiki semua yang perlu diperbaiki,” pungkasnya.

Selain berpidato, sejumlah langkah taktis dan terukur juga dilakukan Prabowo, mulai dari menyambangi langsung rumah mendiang Affan Kurniawan, menjenguk aparat dan masyarakat yang terluka di rumah sakit, mengumpulkan para ketua Parpol, melakukan pertemuan dengan tokoh lintas agama, tokoh masyarakat, perwakilan organisasi buruh, sampai memimpin sidang paripurna menyikapi kondisi terakhir di Tanah Air.

Belakangan, dalam pidatonya Presiden Prabowo menyebut demonstrasi yang skalanya meluas mengarah ke aksi anarkistis bahkan terindikasi makar. Atas situasi ini, Prabowo menegaskan bahwa pemerintah akan melindungi rakyat yang menyampaikan pendapat secara damai, namun bersikap tegas terhadap pihak yang sengaja membuat kerusuhan.

Presiden Prabowo menegaskan adanya indikasi kelompok tertentu yang secara terencana menciptakan kerusuhan dengan cara mendatangi suatu wilayah yang bukan asal mereka, melakukan pembakaran, perusakan, hingga memicu amarah masyarakat. Kepala Negara menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk upaya yang membahayakan stabilitas bangsa dan tidak dapat ditoleransi karena merugikan rakyat banyak.

“Ini tindakan-tindakan makar. Ini bukan penyampaian aspirasi. Jadi semua aparat negara akan selidiki siapa yang bertanggung jawab. Saya menduga kita sudah ada indikasi-indikasi dan kita akan tidak ragu-ragu,” kata Presiden Prabowo usai menjenguk masyarakat dan polisi yang tengah dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat 1 R. Said Sukanto, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (1/9/2025).

Presiden pun menegaskan komitmennya untuk membela rakyat dan memberantas mafia serta korupsi tanpa kompromi. Kepala Negara menekankan tidak akan mundur menghadapi perlawanan karena yakin rakyat selalu mendukung langkahnya.

“Saya tidak ragu-ragu membela rakyat. Saya akan hadapi mafia-mafia yang sekuat apapun saya hadapi atas nama rakyat. Saya bertekad memberantas korupsi. Sekuat apapun mereka. Demi Allah, saya tidak akan mundur setapak pun. Saya yakin rakyat bersama saya,” pungkas Kepala Negara. 

 

Bukan Sekadar Pernyataan Normatif

Banyak pihak berpandangan, demonstrasi yang meletus sejak 25 Agustus 2025 bukanlah ledakan spontan, melainkan lahir dari akumulasi keresahan yang sudah lama dipendam. Ada rentetan peristiwa sebelum demonstrasi berhari-hari yang terjadi belakangan. Sayangnya, aksi yang semula jelas tuntutannya terlihat bergeser arah. Ada lapisan lain yang tidak bisa pula dijelaskan sebagai kemarahan sipil atau apapun namanya, yang berujung penjarahan terhadap rumah-rumah pejabat, pembakaran fasilitas umum, sampai penggunaan bom molotov.

Pola kerusuhan dan penjarahan sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Pada Mei 1998, kerusuhan terjadi setelah muncul kelompok tak dikenal bergerak di luar tuntutan masyarakat. Kurang-kurang, keterlibatan pihak asing pun diseret dalam pusaran pemicu kerusuhan. Tujuannya bisa macam-macam. Bisa untuk menciptakan alasan intervensi, bisa untuk mendiskreditkan gerakan sipil, bisa juga untuk membuka ruang bagi aktor-aktor yang selama ini berada di luar lingkar kekuasaan.

Sempat timbul pertanyaan dan kekhawatiran, akankah penjarahan rumah pejabat, pembakaran sejumlah fasum hingga korban tewas, berujung seperti krisis 1998? Apa yang menjadi pembeda dari Mei 1998? Sederet pertanyaan susulan juga muncul lantaran kerusuhan yang terjadi disinyalir bertujuan menggeser narasi, yang tentunya dituasi ini butuh jawaban tuntas dari para pihak berwenang, dalam hal ini penyelenggara negara. Jika tidak, hal ini tak ubahnya api dalam sekam, yang sewaktu-waktu bisa meledak atau padam sama sekali.

Sudah sangat terang benderang, masyarakat peserta aksi mulanya menuntut perubahan dan perbaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Masyarakat juga menuntut dibubarkannya DPR, reformasi Polri, penghapusan pajak, efisiensi anggaran, pengesahan RUU Perampasan Aset, RUU perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan RUU Masyarakat Adat, serta menolak revisi RUU Pokok Agraria, RUU KUHAP, dan Proyek Strategis Nasional (PSN), termasuk menyinggung soal pendidikan semakin mahal dan tidak adanya jaminan lapangan kerja.

Belakangan, masyarakat makin dibuat muak dengan perilaku para elit dan pernyataan anggota parlemen yang mengundang polemik dan berujung pada penonaktifan sejumlah anggota DPR, serta persoalan lain yang lebih luas. Pemborosan uang rakyat dan tindakan-tindakan korup untuk kepentingan pejabat di tengah kesulitan rakyat, pengaturan gaji dan tunjangan pejabat negara, anggota DPR, direksi dan komisaris-komisaris BUMN yang sangat tinggi dan sangat jauh dari rata-rata pendapatan rakyat, juga memicu ketidakadilan dan kemarahan.

Atas semua tuntutan dan keluhan yang dirasakan masyarakat, semua ini ibarat batu uji dan saatnya bagi Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan respons nyata dan tegas, bukan sekadar pernyataan normatif. Sementara poin-poin tuntutan terhadap Parlemen biar menjadi urusan dan diselesaikan Parlemen sendiri. Isu pemakzulan Wapres dan pengesahan UU Perampasan Aset, juga dua perkara tuntutan kepada Parlemen yang tidak mudah diselesaikan, perlu kesepakatan tingkat tinggi, dan terutama waktu, yang belum tentu mampu bisa memenuhi rasa kesabaran penuntut, tetapi punya implikasi terhadap pemerintahan keseluruhan jika tidak bisa diselesaikan segera.

Masyarakat masih berharap Presiden bisa menyelesaikan persoalan tanpa ragu dan cepat. Rakyat pun memberi kesabaran dan kesempatan, serta memberi prioritas kepada Presiden untuk menyelesaikan persoalan bangsa dan Negara secara mendasar dan substansial. Yang bisa dilakuan Presiden adalah meningkatkan kepercayaan dan harapan masyarat, dengan menghadirkan jaminan kehidupan yang lebih baik. Presiden pun harus merespon dengan keputusan nyata, bukan omon-omon lagi.

 

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment