- AHY: Ini Call to Action, Kita Tidak Tinggal Diam Saat Bumi Terluka
- Serahkan 326 Akta Notaris Kopdes, Mendes Optimistis Serap Tenaga Kerja Produktif di Desa
- Menhut Gagas Syarat Pendakian Berdasar Level Kesulitan Suatu Gunung
- Komisi V DPR RI Desak Kawasan Transmigrasi Dibebaskan Dari Kawasan Hutan
- Pembangunan Terminal Khusus Perusahaan Tambang Nikel PT STS di Haltim Diduga Melanggar Aturan
- Greenpeace Dorong Tanggung Jawab Produsen untuk Lebih Serius Menangani Sampah Plastik
- Produksi Beras Nasional Januari-Agustus 2025 Capai 29,97 Juta Ton, Naik 14,09 Persen
- Mentan: 212 Produsen Beras Bermasalah Telah Dilaporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung
- AHY Ungkap 3 Langkah Konret Tantangan Urbanisasi di BRICS
- Kemandirian Pangan, Koperasi dan Seni, Sebuah Utopia?
Bang Icin: Pendaki Ilegal dan Merusak Harus Ditindak Tegas, Blacklist...!
.jpg)
CIANJUR – Pernyataan tegas disampaikan pendaki senior,
Syamsirwan Icien atau akrab disapa Bang Icin, atas maraknya pendaki ilegal dan
kerap merusak kelestarian alam. Penegasan ini juga disampaikan Bang Icin
menyikapi praktik liar jasa pendakian yang dilakukan pihak Base Camp (BC)
‘nakal’ sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) hingga
membuat banyak pendaki tertipu dan akhirnya menempuh jalur pendakian tak resmi
(ilegal).
“Pintu masuk ilegalnya
(pintu masuk gunung Gede Pangrango) banyak, nggak bisa semuanya dijaga
(petugas), yang harus dijaga 24 jam pintu masuk Surya Kencana, Kandang Badak
dan jalur menuju puncak. (Pendaki ilegal) harus ditindak tegas, blacklist,”
tegas Bang Icin, Senin (16/6/2025).
“Tertibkan jasa-jasa BC
(Base Camp) yang bisa bantu urus Simaksi. Kalau dulu mereka juga kongkalikong
kerja sama dengan petugas resmi, bahkan mereka punya ratusan photo copy KTP
buat urus izin,” ungkap anggota kehormatan Mapala Universitas Indonesia (UI)
ini.
Baca Lainnya :
- Ranger Gede Pangrango Rapatkan Barisan, Amankan Ribuan Pendaki Tertipu BC Nakal0
- JATAM: Tambang Raja Ampat Potret Pola Perampasan Berulang, Bukti Negara Dijarah Oligarki Ekstraktif0
- Mentan Ungkap Kejanggalan Data Beras di Cipinang, Diduga Permainan Mafia Pangan0
- KKP Tangkap 2 Kapal Ikan Asal Malaysia di Selat Malaka0
- Dari Pesisir Nusa Lembongan, PLN Bangun Kemandirian Ekonomi Melalui Rumput Laut0
Untuk meminimalisir
pendakian ilegal, Bang Icin mengusulkan agar pihak TNGGP memperkuat volunteer
resmi GPO di gunung Putri dan di Cibodas. “Mereka banyak orang-orang hebat,
tapi harus ditambah dana yang cukup. Kerja mereka tanpa pamrih, dan biasanya
mereka bergerak cepat jika terjadi sesuatu dan harus evakuasi (saat ada pendaki
kecelakaan di gunung). Saya pernah mengalami dan lihat sendiri kerja mereka,”
ujar Bang Icin.
Ia menceritakan, sejak
tahun 1973 dirinya sudah naik gunung Gede Pangrango, dan banyak bersahabat
dengan para petugas di TNGGP. “Tapi saya nggak tau kondisi sekarang. Petugas
sekelas Ardi Ardono (mantan petugas di TNGGP/sekarang Kepala Balai TN Ujung Kulon),
cocok bertugas di TNGGP. Semoga ke depannya TNGGP bisa tertib dan bebas sampah
yang berton-ton setiap diadakan aksi turunin sampah,” tandasnya.
Pria yang sempat
beberapa kali menjadi tim support pendaki senior Norman Edwin di masanya ini,
juga mengenang pengalaman terakhirnya yang sangat menyedihkan, sewaktu dirinya
dan tim support film GIE, syuting di gunung Pangrango. Menurutnya, waktu
briefing tim sudah diingatkan untuk tidak berbuat apapun yang menyimpang,
bahkan semua sampah harus dibawa walaupun bungkus permen,
“Mereka semua nurut,
mereka bukan komunitas PA (pencinta alam) tapi banyak dari komunitas film. Di
Kandang Badak banyak area yang dipagar pakai tali rafia karena sedang dilakukan
peremajaan pohon yang sudah disiapkan selama satu tahun, tim kami menghindari
area yang dibatasi tali rafia,” tuturnya.
“Tapi setelah kami turun
dari Mandalawangi setelah seminggu syuting, astagfirullah sedih dan geram
melihat tali rafia dan pohon yang baru ditanam habis, semua rata dengan tanah.
Ternyata ada komunitas yang buat acara di Surya Kencana pulangnya via Cibodas,
dan merekalah yang nggak ada otaknya/idiot yang buka tenda di area tersebut.
Kebetulan ada teman saya yang nge-camp dekat situ, dan lihat langsung tanpa
bisa menegur,” sesal Bang Icin.
Selain kejadian itu,
menurut Bang Icin masih banyak lagi cerita lain yang ia alami langsung sewaktu
dulu sering mendaki gunung Gede dan gunung Pangrango. “Seperti waktu negur ada
(pendaki) yang berak (buang air besar) di sumber air Surya Kencana. Eeh…malamnya
dia ngadu ke temannya, tim yang mengawal pendakian itu. Dia datang ke tenda
kita dan marah-marah. Kita nggak berdaya karena mereka 50 orang, kita cuma
bertujuh. Akhirnya kita hanya bisa lapor ke kantor TNGGP,” tukas Bang Icin.
5.004 Pendaki
Ilegal Diamankan
Diketahui, aktivitas
pendakian di gunung Gede dan Pangrango, Cianjur Jawa Barat, saat ini sedang
tidak baik, bahkan bisa dikatakan tercemar akibat ulah pendaki liar. Tak
tanggung-tanggung, hingga Juni 2025, total ada 5.004 pendaki ilegal yang masuk
kawasan TNGGP lewat BC nakal.
Menyadari situasi ini,
pihak Balai Besar TNGGP tak tinggal diam. Para ranger (petugas TNGGP)
merapatkan barisan, menindak tegas pendaki ilegal dengan cara diturunkan paksa.
Ribuan pendaki yang mendaftar lewat BC-BC nakal ini diturunkan paksa karena
masuk dalam kawasan dan melakukan pendakian tidak melalui jalur resmi serta
tidak melengkapi syarat-syarat pendakian.
Diketahui, beberapa
persyaratan yang perlu dipenuhi meliputi dokumen identitas, surat keterangan
sehat, dan perlengkapan pendakian yang wajib dibawa. Selain itu, penting untuk
melakukan booking online dan memahami aturan serta larangan yang berlaku dalam
kawasan TNGGP. “Dua minggu ini saja ada 4.000 orang yang kami tahan (di pos
masuk pendakian), tidak boleh masuk (kawasan) TNGGP karena tidak pakai tiket
resmi,” kata Kepala Balai Besar (Kababes) TNGGP, Arif Mahmud, Sabtu
(14/6/2025).
Arif menuturkan, modus
operandi yang dilakukan para BC nakal ini, seolah memesankan tiket/booking
online, tapi ternyata tidak dipesankan. “Kalau gak diminta maka gak ditunjukkan
barcode-nya. Kalau pendaki minta bukti baru dikasih bukti barcode palsu,” ujar
Arif.
Menurut Arif, TNGGP
dikelilingi 65 desa dan tidak ada pagar pembatas sehingga pendaki bisa masuk
dari mana saja lewat jalur-jalur tikus (tidak resmi). Minimnya petugas dan
banyaknya jalur tikus (jalur pendakian ilegal) dimanfaatkan oleh BC-BC nakal
mengelabui petugas dan pendaki.
“Pendaki dipaksa beli
tiket lewat BC, kalau gak beli lewat BC maka gak dikasih parkir. Pendaki akan
diantar oleh BC masuk ke gerbang (pendakian) pada malam hari atau lewat jalan
(jalur) ilegal supaya tidak ketemu petugas,” tutur Arif.
Arif sendiri telah
memerintahkan seluruh anggotanya untuk rutin berpatroli dan menindak tegas pada
pendaki ilegal. “Yang takut minggir. Saya gak perlu petugas yang takut dan gak
mau membantu. Petugas kan sudah dipersenjatai, masak pistol kalah sama golok,”
tegasnya.
Arif tak menampik, bahwa
menghadapi BC-BC nakal dan pendaki ilegal tidak semudah membalik telapak
tangan. Apalagi BC-BC nakal notabene masyarakat yang tinggal sekitar kawasan.
Untuk itulah upaya preventif seperti sosialisasi dan pencerahan terus dilakukan
pihak TNGGP. Karena jika tidak betul-betul presisi, upaya yang dilakukan
petugas dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Karena akan mengganggu
“periuknya”. (Praktik BC-BC nakal) sudah berlangsung lama tanpa ada tindakan.
Kami petugas sangat terbatas gak bisa jaga semua jalan tikus. Saya baru satu
bulan (tugas di TNGGP), (petugas) langsung saya suruh operasi. Sudah 4.000 (pendaki
ilegal) kita turunkan. Mereka para BC gak protes, berarti mereka merasa
bersalah. Jangan kalah sama preman. Kalau ada bukti premanisme, serahkan ke
polisi,” tegasnya lagi.
Sanksi Larangan
Mendaki Gunung-Gunung di Indonesia
Gunung Gede-Pangrango
merupakan salah satu taman nasional dengan ekosistem hutan hujan tropis
pegunungan yang menjadi destinasi favorit bagi pengunjung wisata alam yang
berasal dari kota besar seperti Jabodetabek dan kota lainnya di Indonesia.
Tujuan wisata TNGGP saat ini masih didominasi kegiatan pendakian Gunung Gede
dan Gunung Pangrango, berbagai upaya yang telah dilakukan Balai Besar TNGGP,
Kementerian Kehutanan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pengunjung
wisata alam.
Pelayanan yang diberikan
seperti pendaftaran online dan pembayaran langsung, penerapan kuota 600 orang
per hari, melibatkan masyarakat dan volunteer dalam pelayanan wisata. Selama
libur panjang 29 Mei-1 Juni 2025 lalu, pihak Balai Besar TNGGP menempatkan
petugas di lokasi yang disinyalir menjadi jalur ilegal pendakian selama 24 jam.
Upaya pencegahan
membuahkan hasil dengan menurunkan 2.658 pendaki dari Gunung Gede-Pangrango
karena tidak mengantongi izin resmi pendakian selama libur panjang 29 Mei-1
Juni 2025 lalu. Setelah didata mereka mendapat pembinaan dari petugas.
Berdasarkan informasi
yang diperoleh dari oknum pendaki yang diamankan, mereka mengurus izin
pendakian dari Base Camp (BC) secara ilegal. Saat ini untuk pendakian tidak
diterbitkan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) diganti dengan kode
batang atau barcode yang berisi data pendaki saat melakukan pendaftaran online.
"Saat pendaftaran
online diperlukan beberapa dokumen yang perlu disiapkan calon pendaki seperti
surat kesehatan, surat pernyataan bagi pendaki usia kurang dari 16 tahun atau
lebih dari 60 tahun serta pendampingan untuk memastikan keselamatan selama pendakian,"
kata Mugi Kurniawan, Kasi Wilayah Balai Besar TNGGP, di Bumi Perkemahan
Mandalawangi, Cianjur, Jawa Barat, Sabtu (14/6/2025).
Mugi menegaskan, bagi
pendaki yang kedapatan melanggar aturan langsung diturunkan dan dikenakan
sanksi berupa sanksi sosial seperti membuat video dan surat pernyataan
permintaan maaf, hingga sanksi berat berupa blacklist, larangan mendaki di
seluruh gunung di Indonesia jika mengulangi pelanggaran. Bahkan, oknum BC yang
terlibat dalam memfasilitasi pendakian ilegal juga ditindak tegas.
”Ada juga pendaki yang
kedapatan saat hendak melakukan pendakian di pos-pos masuk jalur pendakian
resmi. Mereka ini ditipu oleh pihak BC yang menjanjikan kemudahan-kemudahan
untuk pendakian, padahal yang dilakukan itu melanggar aturan,” ujar Mugi yang
didampingi Asep Yana, petugas resort atau pos jalur pendakian gunung Putri.
Setali tiga uang, Asep
Yana mengungkapkan, sejauh ini di pos pendakian jalur Gunung Putri ada sekitar
200an base camp (BC). Ia menegaskan bahwa BC bukan bagian dari pengelola
pendakian yang diberikan kewenangan atau izin dalam mengelola pendakian. Hiking
Organizer (HO) yang telah memiliki izin resmi di kawasan TNGGP hanya ada lima,
yaitu Basecamp GEPANGKU, KOBEL ADVENTURE, Usaha Sajalur Salam Rimba (USSR),
dolan.gedepangrango, dan mt_gedepangrango.
Asep mengatakan, selain
ulah BC nakal, penyebab maraknya pendakian ilegal akibat adanya informasi yang
salah atau simpang siur mengenai aturan pendakian sehingga beberapa pendaki
mencoba menghindari biaya pendakian resmi atau persyaratan yang dianggap sulit.
Alhasil, oknum-oknum tertentu memanfaatkan situasi ini untuk mengeruk
keuntungan pribadi dengan menjual kupon atau tiket tidak resmi.
“Tindakan pencegahan berupa patroli dan pengamanan di jalur pendakian terus kita lakukan, termasuk pemasangan informasi di jalur pendakian untuk mencegah dan mengarahkan masyarakat agar tidak melakukan pendakian ilegal. Selain itu, kita juga bekerja sama dengan masyarakat sekitar kaki gunung untuk mencegah aktivitas pendakian ilegal. Ini sangat penting, untuk peningkatan kesadaran masyarakat tentang potensi bahaya pendakian ilegal, terutama saat penutupan pendakian,” pungkas Asep. (hendri irawan)
