- AHY: Ini Call to Action, Kita Tidak Tinggal Diam Saat Bumi Terluka
- Serahkan 326 Akta Notaris Kopdes, Mendes Optimistis Serap Tenaga Kerja Produktif di Desa
- Menhut Gagas Syarat Pendakian Berdasar Level Kesulitan Suatu Gunung
- Komisi V DPR RI Desak Kawasan Transmigrasi Dibebaskan Dari Kawasan Hutan
- Pembangunan Terminal Khusus Perusahaan Tambang Nikel PT STS di Haltim Diduga Melanggar Aturan
- Greenpeace Dorong Tanggung Jawab Produsen untuk Lebih Serius Menangani Sampah Plastik
- Produksi Beras Nasional Januari-Agustus 2025 Capai 29,97 Juta Ton, Naik 14,09 Persen
- Mentan: 212 Produsen Beras Bermasalah Telah Dilaporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung
- AHY Ungkap 3 Langkah Konret Tantangan Urbanisasi di BRICS
- Kemandirian Pangan, Koperasi dan Seni, Sebuah Utopia?
Ranger Gede Pangrango Rapatkan Barisan, Amankan Ribuan Pendaki Tertipu BC Nakal
.jpg)
CIANJUR – Marak praktik liar jasa pendakian yang dilakukan pihak
Base Camp (BC) sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) membuat
banyak pendaki tertipu. Tak tanggung-tanggung, hingga Juni 2025, total ada
5.004 pendaki ilegal yang masuk kawasan TNGGP lewat BC nakal.
Menyadari situasi ini,
pihak Balai Besar TNGGP tak tinggal diam. Para ranger (petugas TNGGP) merapatkan
barisan, menindak tegas pendaki ilegal dengan cara diturunkan paksa. Ribuan pendaki
yang mendaftar lewat BC-BC nakal ini diturunkan paksa karena masuk dalam
kawasan dan melakukan pendakian tidak melalui jalur resmi serta tidak
melengkapi syarat-syarat pendakian.
Diketahui, beberapa
persyaratan yang perlu dipenuhi meliputi dokumen identitas, surat
keterangan sehat, dan perlengkapan pendakian yang wajib dibawa. Selain
itu, penting untuk melakukan booking online dan memahami aturan serta larangan
yang berlaku dalam kawasan TNGGP. “Dua minggu ini saja ada 4.000 orang yang
kami tahan (di pos masuk pendakian), tidak boleh masuk (kawasan) TNGGP karena
tidak pakai tiket resmi,” kata Kepala Balai Besar (Kababes) TNGGP, Arif Mahmud,
Sabtu (14/6/2025).
Baca Lainnya :
- Qurban Bersama Sevenist (QBS) Sukses Digelar, 750 Paket Daging Kurban Dibagikan 0
- Forum PRB DKI Mengulik Pentingnya Koordinasi Dalam Sebuah Operasi Penanganan Bencana0
- Menyibak Belenggu Kemiskinan, Anak Penjual Jerami Kuliah Gratis di UGM0
- JATAM: Tambang Raja Ampat Potret Pola Perampasan Berulang, Bukti Negara Dijarah Oligarki Ekstraktif0
- Khutbah Idul Adha, Dosen UNY Benny Setiawan Serukan Kemandirian Pangan 0
Arif menuturkan, modus operandi yang dilakukan para BC nakal
ini, seolah memesankan tiket/booking online, tapi ternyata tidak
dipesankan. “Kalau gak diminta maka gak ditunjukkan barcode-nya. Kalau
pendaki minta bukti baru dikasih bukti barcode palsu,” ujar Arif.
Menurut Arif, TNGGP dikelilingi 65 desa dan tidak ada pagar pembatas
sehingga pendaki bisa masuk dari mana saja lewat jalur-jalur tikus (tidak
resmi). Minimnya petugas dan banyaknya jalur tikus (jalur pendakian ilegal) dimanfaatkan
oleh BC-BC nakal mengelabui petugas dan pendaki.
“Pendaki dipaksa beli tiket lewat BC, kalau gak beli lewat
BC maka gak dikasih parkir. Pendaki akan diantar oleh BC masuk ke gerbang (pendakian)
pada malam hari atau lewat jalan (jalur) ilegal supaya tidak ketemu petugas,” tutur
Arif.
Arif sendiri telah memerintahkan seluruh anggotanya untuk rutin
berpatroli dan menindak tegas pada pendaki ilegal. “Yang takut minggir. Saya
gak perlu petugas yang takut dan gak mau membantu. Petugas kan sudah
dipersenjatai, masak pistol kalah sama golok,” tegasnya.
Arif tak menampik, bahwa menghadapi BC-BC nakal dan pendaki ilegal
tidak semudah membalik telapak tangan. Apalagi BC-BC nakal notabene masyarakat yang
tinggal sekitar kawasan. Untuk itulah upaya preventif seperti sosialisasi dan
pencerahan terus dilakukan pihak TNGGP. Karena jika tidak betul-betul presisi, upaya
yang dilakukan petugas dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Karena akan mengganggu “periuknya”. (Praktik BC-BC nakal) sudah berlangsung lama tanpa ada tindakan. Kami petugas sangat terbatas gak bisa jaga semua jalan tikus. Saya baru satu bulan (tugas di TNGGP), (petugas) langsung saya suruh operasi. Sudah 4.000 (pendaki ilegal) kita turunkan. Mereka para BC gak protes, berarti mereka merasa bersalah. Jangan kalah sama preman. Kalau ada bukti premanisme, serahkan ke polisi,” tegasnya lagi.
Sanksi Larangan Mendaki Gunung-Gunung di
Indonesia
Gunung Gede-Pangrango merupakan salah satu taman nasional
dengan ekosistem hutan hujan tropis pegunungan yang menjadi destinasi favorit
bagi pengunjung wisata alam yang berasal dari kota besar seperti Jabodetabek
dan kota lainnya di Indonesia. Tujuan wisata TNGGP saat ini masih didominasi
kegiatan pendakian Gunung Gede dan Gunung Pangrango, berbagai upaya yang telah
dilakukan Balai Besar TNGGP, Kementerian Kehutanan untuk memberikan pelayanan
terbaik kepada pengunjung wisata alam.
Pelayanan yang diberikan seperti pendaftaran online
dan pembayaran langsung, penerapan kuota 600 orang per hari, melibatkan
masyarakat dan volunteer dalam pelayanan wisata. Selama libur panjang 29
Mei-1 Juni 2025 lalu, pihak Balai Besar TNGGP menempatkan petugas di lokasi
yang disinyalir menjadi jalur ilegal pendakian selama 24 jam.
Upaya pencegahan membuahkan hasil dengan menurunkan 2.658
pendaki dari Gunung Gede-Pangrango karena tidak mengantongi izin resmi
pendakian selama libur panjang 29 Mei-1 Juni 2025 lalu. Setelah didata mereka
mendapat pembinaan dari petugas.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari oknum pendaki yang
diamankan, mereka mengurus izin pendakian dari Base Camp (BC) secara ilegal. Saat
ini untuk pendakian tidak diterbitkan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi
(SIMAKSI) diganti dengan kode batang atau barcode yang berisi data
pendaki saat melakukan pendaftaran online.
"Saat pendaftaran online diperlukan beberapa
dokumen yang perlu disiapkan calon pendaki seperti surat kesehatan, surat
pernyataan bagi pendaki usia kurang dari 16 tahun atau lebih dari 60 tahun
serta pendampingan untuk memastikan keselamatan selama pendakian," kata Mugi Kurniawan, Kasi Wilayah Balai Besar TNGGP, di Bumi
Perkemahan Mandalawangi, Cianjur, Jawa Barat, Sabtu (14/6/2025).
Mugi menegaskan, bagi pendaki
yang kedapatan melanggar aturan langsung diturunkan dan dikenakan sanksi berupa
sanksi sosial seperti membuat video dan surat pernyataan permintaan maaf,
hingga sanksi berat berupa blacklist, larangan mendaki di seluruh gunung
di Indonesia jika mengulangi pelanggaran. Bahkan, oknum BC yang terlibat
dalam memfasilitasi pendakian ilegal juga ditindak tegas.
”Ada juga pendaki yang kedapatan
saat hendak melakukan pendakian di pos-pos masuk jalur pendakian resmi. Mereka ini
ditipu oleh pihak BC yang menjanjikan kemudahan-kemudahan untuk pendakian,
padahal yang dilakukan itu melanggar aturan,” ujar Mugi yang didampingi Asep
Yana, petugas resort atau pos jalur pendakian gunung Putri.
Setali tiga uang, Asep
Yana mengungkapkan, sejauh ini di pos pendakian jalur Gunung Putri ada sekitar
200an base camp (BC). Ia menegaskan bahwa BC bukan bagian dari
pengelola pendakian yang diberikan kewenangan atau izin dalam mengelola
pendakian. Hiking Organizer (HO) yang telah memiliki izin resmi di kawasan
TNGGP hanya ada lima, yaitu Basecamp GEPANGKU, KOBEL ADVENTURE, Usaha Sajalur
Salam Rimba (USSR), dolan.gedepangrango, dan mt_gedepangrango.
Asep mengatakan, selain ulah BC nakal, penyebab maraknya pendakian
ilegal akibat adanya informasi yang salah atau simpang siur mengenai aturan
pendakian sehingga beberapa pendaki mencoba menghindari biaya pendakian resmi
atau persyaratan yang dianggap sulit. Alhasil, oknum-oknum tertentu
memanfaatkan situasi ini untuk mengeruk keuntungan pribadi dengan menjual kupon
atau tiket tidak resmi.
“Tindakan pencegahan berupa patroli dan pengamanan di jalur pendakian terus kita lakukan, termasuk pemasangan informasi di jalur pendakian untuk mencegah dan mengarahkan masyarakat agar tidak melakukan pendakian ilegal. Selain itu, kita juga bekerja sama dengan masyarakat sekitar kaki gunung untuk mencegah aktivitas pendakian ilegal. Ini sangat penting, untuk peningkatan kesadaran masyarakat tentang potensi bahaya pendakian ilegal, terutama saat penutupan pendakian,” pungkas Asep. (hendri irawan)
