- AHY: Ini Call to Action, Kita Tidak Tinggal Diam Saat Bumi Terluka
- Serahkan 326 Akta Notaris Kopdes, Mendes Optimistis Serap Tenaga Kerja Produktif di Desa
- Menhut Gagas Syarat Pendakian Berdasar Level Kesulitan Suatu Gunung
- Komisi V DPR RI Desak Kawasan Transmigrasi Dibebaskan Dari Kawasan Hutan
- Pembangunan Terminal Khusus Perusahaan Tambang Nikel PT STS di Haltim Diduga Melanggar Aturan
- Greenpeace Dorong Tanggung Jawab Produsen untuk Lebih Serius Menangani Sampah Plastik
- Produksi Beras Nasional Januari-Agustus 2025 Capai 29,97 Juta Ton, Naik 14,09 Persen
- Mentan: 212 Produsen Beras Bermasalah Telah Dilaporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung
- AHY Ungkap 3 Langkah Konret Tantangan Urbanisasi di BRICS
- Kemandirian Pangan, Koperasi dan Seni, Sebuah Utopia?
Menyibak Belenggu Kemiskinan, Anak Penjual Jerami Kuliah Gratis di UGM
.jpg)
PEKERJA keras dan mandiri merupakan
kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Rofidah Nurhana Lestari (18). Calon
mahasiswa baru Fakultas Teknologi Pertanian UGM asal Teguhan, Wonosari ini,
memilih mengisi waktu luangnya menjadi penjaga konter HP seraya menunggu
dibukanya perkuliahan di awal agustus mendatang.
“Melihat kondisi Bapak di musim hujan ini yang belum bisa
bekerja maksimal. Saya juga tahu nantinya masuk kuliah juga perlu biaya,” jelas
Rofidah.
Terlebih dengan penghasilan ayahnya, Timbul Marsono (54),
yang tak selalu menentu sebagai supir truk pengangkut jerami untuk pakan
ternak. Timbul sehari-hari menjalani pekerjaan sebagai sopir untuk mengemudi
mobil truk milik tetangganya. “Jerami saya ambil dari desa lain, lalu dijual ke
warga yang punya ternak,” kata Timbul.
Baca Lainnya :
- Khutbah Idul Adha, Dosen UNY Benny Setiawan Serukan Kemandirian Pangan 0
- AHY: Spirit Kurban Pedoman Dalam Pengabdian Bernegara0
- Kisah Gayatri, Istri Raja Pertama Majapahit, Nenek Hayam Wuruk 0
- Dari Pesisir Nusa Lembongan, PLN Bangun Kemandirian Ekonomi Melalui Rumput Laut0
- Beras!0
Di saat musim penghujan, kata Timbul, tidak banyak warga
yang begitu membutuhkan jerami pakan ternak. Ia harus memutar otak untuk tetap
menghidupi keluarga kecilnya agar dapur bisa tetap mengepul dengan berkeliling
melakukan jual beli barang bekas. “Kalo lagi sepi, kita cari rongsokan,”
katanya.
Darini (52), ibu dari Rofi menambahkan bahwa untuk mencari
jerami, suaminya harus berangkat pagi-pagi buta dan kembali larut malam sampai
jerami tersebut terjual habis. Penghasilan suaminya sebagai sopir truk berkisar
Rp 1.500.000 per bulan. Tergantung dengan jumlah permintaan jerami. “Sebulan itu bisa delapan sampai sepuluh kali berangkat, tapi gak mesti.
Sekali pulang dapat seratusan ribu,” jelasnya.
Di tengah keterbatasan, Timbul mengaku selalu mengupayakan
segala hal yang terbaik untuk anak-anaknya. Timbul pun mengaku beruntung
memiliki merupakan anak yang mandiri, terbukti dengan kebiasaan Rofi yang
selalu rajin belajar, bahkan sampai larut malam. “Belajarnya sampai jam 1
sampai 2 pagi apalagi jika menjelang ujian,” terangnya.
Sejak di bangku sekolah, Rofi kerap mendapatkan ranking 1
semasa SD dan SMP-nya. Selain itu, kegemarannya untuk membaca pernah membawanya
memenangkan lomba penulisan puisi, sehingga ia dapat menerbitkan puisinya dalam
buku “Catatan Perjuangan” bersama Najwa Shihab.
Menurut Rofi, kemauan dan disiplin untuk belajar karena
termotivasi dari orang tuanya yang selalu mendorongnya semangat dalam belajar
dan meraih cita-cita. “Bapak ibu selalu memotivasi saya untuk bisa sekolah
lebih tinggi, walaupun dengan keadaan ekonomi yang seperti ini,” ujar anak
bungsu dari dua bersaudara dengan mata berkaca-kaca.
Sang Ayah selalu meyakinkan Rofi untuk mendaftar kuliah ke
perguruan tinggi dan mendoakan agar anaknya bisa mendapatkan beasiswa. “Bapak
selalu meyakinkannya, pasti ada kesempatan beasiswa di masa depan, dan
bagaimanapun saya akan dapat berkuliah,” kenangnya.
Bagi Rofi, orang tuanya merupakan sosok yang sangat sabar
dan telah berkorban untuk mengusahakan yang terbaik bagi anaknya tanpa pernah
merasa terbebani. Terlebih, kedua orang tuanya yang selalu sabar mengurus
Kakaknya yang sedari kecil mengalami kelumpuhan. “Tahun lalu kakak saya
berpulang, selama 27 tahun ibu merawat di rumah dan bolak-balik masuk rumah
sakit,” katanya,
Memilih Teknologi Pertanian
Perihal cita-citanya, Rofi berharap kelak ia dapat bekerja
di Kementerian Pertanian. Salah satu motivasinya untuk mengambil prodi Teknik
Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian. “Saya melihat di teknik pertanian
itu lebih menarik karena ada tekniknya, dan saya ingin nantinya saya bisa
menjadi salah satu kontributor dalam menginovasi produksi maupun sarana di
bidang pertanian Indonesia,” harapnya.
Rofi mengaku sangat bersyukur diterima di UGm dan
mendapatkan beasiswa Subsidi UKT sebesar 100 persen dari Kampus UGM sehingga
membantu beban ekonomi keluarganya.
Darini pun mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada UGM
yang membantu anaknya untuk mendapatkan kesempatan berkuliah dan beasiswa UKT
di tengah kondisi keterbatasan ekonominya keluarganya. “Saya sangat berterima kasih kepada pihak
UGM, yang mana telah menerima anak saya
Rofidah dengan subsidi 100%. Anak saya mendapat biaya kuliah gratis,
sekali lagi terima kasih,” ungkapnya.
