- AHY: Ini Call to Action, Kita Tidak Tinggal Diam Saat Bumi Terluka
- Serahkan 326 Akta Notaris Kopdes, Mendes Optimistis Serap Tenaga Kerja Produktif di Desa
- Menhut Gagas Syarat Pendakian Berdasar Level Kesulitan Suatu Gunung
- Komisi V DPR RI Desak Kawasan Transmigrasi Dibebaskan Dari Kawasan Hutan
- Pembangunan Terminal Khusus Perusahaan Tambang Nikel PT STS di Haltim Diduga Melanggar Aturan
- Greenpeace Dorong Tanggung Jawab Produsen untuk Lebih Serius Menangani Sampah Plastik
- Produksi Beras Nasional Januari-Agustus 2025 Capai 29,97 Juta Ton, Naik 14,09 Persen
- Mentan: 212 Produsen Beras Bermasalah Telah Dilaporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung
- AHY Ungkap 3 Langkah Konret Tantangan Urbanisasi di BRICS
- Kemandirian Pangan, Koperasi dan Seni, Sebuah Utopia?
Mendengar AI Menendang Guru
.jpg)
Anton Suparyanta
Suka baca suka nulis
Baca Lainnya :
- Bang Ichien, Fotografer Andal di Balik Potret Akrab Norman dan Harry Moekti0
- Sukseskan Program Makan Bergizi Gratis, BGN dan BP Taskin Mulai Bangunan 1.000 Dapur di Daerah 3T0
- Celana: Identitas dan Kesilaman0
- Ranger Gede Pangrango Rapatkan Barisan, Amankan Ribuan Pendaki Tertipu BC Nakal0
- Qurban Bersama Sevenist (QBS) Sukses Digelar, 750 Paket Daging Kurban Dibagikan 0
APA yang terdengar ketika kini
masa emas “Googling aja, beres!” justru ditendang oleh “AI aja, tuntas!”?
Tanyakan kepada AI, nyaris semuanya dijawab dan diperinci, kecuali otak-atik
cinta-seks-pornografi yang prosedural pragmatis. AI ibarat otak mahacerdas yang
menyusup ke penjuru ceruk data. Menyedot kekuatan kognisi otak manusia dengan
jaring algoritma. Segala reka daya manusia ditendangi AI Generatif. Jagat AI
makin berjenama.
Mendikdasmen RI, Prof Abdul Mu’ti, berapi-api mengklaim
bahwa Artificial Intellegence (AI) atau akal imitasi/kecerdasan buatan
menggiring manusia berbuat culas. Meminggirkan akal cerdas. Mengubur nalar
insani. Tapi AI sedang bertakhta. Muncullah siborg-siborg baru.
Nah, dinamika babak bundas dunia pendidikan makin memanas
jika disangkutkan AI. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2025
merilis program "Guru Mentor". Program inisiatif ini ingin
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Tujuannya menciptakan lingkungan
pendidikan lebih inklusif dan efektif melalui pendekatan mentoring yang
komprehensif. Idealisasi program ditaja dalam Naskah Akademik, Pembelajaran
Mendalam Menuju Pendidikan Bermutu untuk Semua (Kemdikdasmen, 2025).
Rilis program ini tak begitu trending ditangkap
masyarakat. Satu opini miring adalah "gimik guru mentor". Sentilan
ini menggiring dilema program, proyek, dan projek yang dihadapi dalam
implementasi. Apakah sekadar tren mengarus popularitas? Ataukah langkah
strategis yang benar-benar urgen mengoperasi wajah pendidikan Indonesia?
Sudahkah becermin dengan gimik guru penggerak (guru kreatif, inovatif,
adaptif), guru zaman, pun guru bangsa meskipun kini amblas manakala diinisiasi
dengan sertifikasi? Lalu, guru AI?
Konsep dasar program guru mentor dirancang dengan cara
seleksi dan pelatihan yang lebih efektif. Calon guru mentor diseleksi dengan
penerapan empat kriteria, yaitu pola pikir bertumbuh, komitmen berbagi,
kemampuan berkolaborasi dan komunikasi, serta tanggung jawab profesional. Empat
kriteria inilah yang diidam-idamkan mampu membunuh sinisme atau persepsi gimik
dan proyek. Cakapkah tanpa AI?
Pola Pikir Bertumbuh
Satu kriteria pokok demi menegakkan seleksi yaitu pola pikir
bertumbuh. Guru di jalur growth mindset. Pola ini mengedepankan dua
kemampuan, yaitu kontinu belajar dan berkembang serta visioner menghadapi
tantangan dengan sikap positif. Guru dengan pola pikir bertumbuh meyakini
kecakapan dan kecerdasan dapat ditingkatkan melalui usaha dan pembelajaran yang
berkelanjutan. Guru bijak menghadapi kesulitan dan selalu mencari peluang untuk
meningkatkan skill individu.
Dalam konteks program guru mentor, seorang guru dengan pola
pikir bertumbuh akan dengan gembira mengikuti pelatihan baru, walaupun
bermateri ribet, rumit, dan ruwet. Jika ada pelatihan tentang aplikasi
teknologi dalam pembelajaran, guru bertipe ini akan menjadikannya sebagai
kesempatan untuk mengembangkan keterampilan baru, bukan sebagai beban. Guru
melakoni “trial and error” aneka metode pembelajaran terbaru dan terbuka
terhadap umpan balik dari rekan dan muridnya. Alasan klasiknya meningkatkan
kualitas karakter pengajaran.
Diharapkan tercipta lingkungan pendidikan dinamis dan
inovatif. Guru-guru yang terpilih akan menjadi panutan bagi guru liyan,
mendorong budaya pembelajaran sepanjang hayat, dan terjadi kolaborasi
produktif. Reka daya ini akan berdampak positif terhadap kualitas pendidikan
secara keseluruhan. Guru-guru tersebut akan stabil memacak diri dan
berkontribusi dalam pengembangan kurikulum dan menagih metode pembelajaran yang
pas.
Komitmen Berbagi
Kriteria kedua mewajibkan komitmen berbagi. Komitmen berbagi
adalah sikap dasariah guru makhluk sosial. Guru mentor diharapkan sekaligus
mematut diri sendiri dan berkontribusi dalam pengembangan profesionalisme guru
liyan. Guru dengan senang hati menularwartakan pengetahuan, pengalaman, dan
sumber daya kepada guru liyan. Tularan ini akan menunaskan lingkungan
pendidikan yang kolaboratif dan saling mendukung.
Ambillah contoh ketika seorang guru mentor mengembangkan
modul pembelajaran baru yang sangat efektif dalam meningkatkan hasil belajar
siswa. Ketimbang memeramnya sebagai rahasia pribadi, guru dengan bangga
membagikan modul tersebut kepada guru liyan dalam sekolah. Guru mentor ini akan
mengadakan sesi diskusi dan pelatihan untuk membantu guru liyan memahami dan
menerapkan modul tersebut dengan tepat. Cara ini menunjukkan komitmen yang kuat
dalam berbagi wawas-rambah pengetahuan dan pengalaman, serta keinginan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan secara holistik.
Contoh intelektual dari komitmen berbagi adalah ketika guru
mentor terlibat dalam riset pendidikan dan menemukan metode pembelajaran
inovatif yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam kelas. Kemudian sang
guru menulis makalah tentang penelitian dan mempresentasikannya dalam seminar
pendidikan. Kemudian, guru tersebut mengundang guru lain untuk mendiskusikan
hasil penelitiannya dan memberikan umpan balik. Dengan kegiatan ini, guru
mentor akan berbagi pengetahuan secara intelektual sekaligus mendorong budaya
riset dan inovasi dalam lingkungan pendidikan.
Implementasi yang mengemuka adalah hingga hari ini tidak
sedikit guru kita melempem berbagi dalam model dan pendekatan pembelajaran.
Adakah guru yang militan praktik pembelajaran berdiferensiasi di setiap sekolah
masing-masing? Bukankah tengara kurikulum kemarin adalah esensial, merdeka, dan
tidak ada spesialisasi pilihan jurusan? Bukankah guru terjebak kebingungan
antara diskursus mengajar dan ketersediaan buku ajar? Ujung-ujungnya, guru
tidak punya pegangan rencana pembelajaran yang diandalkan. Jatuhlah guru
melempem berbagi ide.
Kemampuan Berkolaborasi dan Berkomunikasi
Pada era digital kemampuan ini menjadi viral. Guru tidak
hanya bekerja secara individu, tetapi sebagai bagian dari tim yang saling
mendukung dan berkolaborasi. Guru yang cakap berkolaborasi dan berkomunikasi
dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan efektif. Ide baru
dipastikan berkembang dan diimplementasikan dengan baik.
Contoh inovatif dari kemampuan berkolaborasi dan
berkomunikasi adalah penggunaan platform digital dan media sosial.
Peranti ini untuk cocok memfasilitasi diskusi dan kolaborasi antarguru. Guru
mentor dapat menggunakan aplikasi seperti Google Classroom atau Microsoft
Teams untuk membuat grup diskusi daring.
Para guru dapat berbagi sumber daya pembelajaran, mengadakan
webinar, dan mendiskusikan tantangan dan solusi dalam pengajaran. Melalui platform
ini, guru dari berbagai sekolah dapat leluasa berkolaborasi untuk
menyempurnakan kurikulum bersama dan membagikan pengalaman mereka secara
langsung. Tidak pasrah pada AI.
Guru mentor dapat melirik media sosial seperti Twitter
atau LinkedIn untuk terhubung dengan komunitas pendidik global. Guru
dapat mengikuti akun-akun pendidikan yang berbagi konten terkini tentang
inovasi pendidikan, teknologi pembelajaran, dan best practices.
Guru mentor juga dapat membagikan pengalaman dan proyek
mereka sendiri melalui blog atau YouTube. Keuntungannya dapat
memperoleh umpan balik dari komunitas yang lebih luas. Melalui penggunaan
teknologi dan media sosial, guru mentor dapat memperluas jaringan mereka dan
mendapatkan inspirasi dan motivasi dari berbagai sumber. Klimaksnya akan
meningkatkan kualitas karakter pendidikan di sekolah mereka.
Tanggung Jawab Profesional
Pilar terakhir ini menjadi gawang penting untuk
mengembangkan guru-guru yang berkomitmen dan dapat diandalkan. Tanggung jawab
profesional mencakup komitmen untuk menjaga standar etiket pengajaran dan
pembelajaran, memastikan kualitas pembelajaran yang lebih tinggi, serta
berkomitmen untuk mengembangkan diri secara profesional. Guru dengan dedikasi
tanggung jawab profesional diharapkan dapat menjadi panutan bagi guru liyan dan
memberikan teladan utama ketika menggerakkan tugas-tugas edukatif.
Contoh cerdas dari tanggung jawab profesional dalam konteks
penggunaan AI adalah ketika guru mentor menghadapi tantangan untuk
mengintegrasikan teknologi AI dalam pembelajaran. Guru dengan cekatan akan
memastikan bahwa penggunaan AI dilakukan secara etis dan bertanggung jawab.
Mereka akan mempelajari dampak potensial dari AI terhadap siswa, seperti
privasi data dan keadilan dalam penilaian.
Guru juga akan memastikan bahwa penggunaan AI mendukung
tujuan pendidikan yang lebih luas, seperti mengelola keterlibatan siswa dan
memfasilitasi pembelajaran yang inklusif. Misalnya, guru dapat menggunakan AI
untuk menganalisis data pembelajaran siswa dan memberikan umpan balik yang
lebih personal. Akan tetapi, guru pun akan memastikan bahwa data tersebut
dijaga dengan aman dan digunakan secara transparan, reliabel dan akuntabel.
Analisis cerdas tentang penggunaan AI dalam program guru
mentor juga mencakup pemahaman bahwa teknologi AI bukanlah pengganti guru. AI
sekadar aksesori peranti yang menyangga guru dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran. Guru dengan tanggung jawab profesional akan mengkaji efektivitas
penggunaan AI dalam konteks sekolah mereka, mempertimbangkan faktor-faktor
seperti sumber daya yang tersedia, kebutuhan spesifik siswa, dan kompetensi
guru melek teknologi.
Guru akan sadar terbuka terhadap umpan balik dari siswa dan
guru liyan tentang penggunaan AI, sehingga dapat melakukan penyesuaian yang
diperlukan. Dengan demikian, guru dapat memastikan bahwa penggunaan AI tidak
sekadar stagnan efektif, tetapi justru memantulkan cermin bertanggung jawab dan
mendukung tujuan pendidikan yang menyeluruh.
Empat kriteria ideal untuk penjaringan program guru mentor
sudah digelindingkan. Kritik terhadap "gimik guru mentor" pun
memiliki dasar yang valid, khususnya dalam tagihan konsistensi implementasi,
pengalaman guru mentor, dan kekurangan infrastruktur. Sebalik kritik, muncul
juga persepsi positif yang mengakui manfaat program ini.
Nah, perlu adanya progres dalam manajerial program, progres
kriteria pemilihan guru mentor, serta progres penyediaan sumber daya yang
memadai agar program ini dapat berjalan secara efektif dan membuahkan hasil.
Jangan terkecoh lagi pseudo barisan guru penggerak dengan iming-iming cuan
akumulasi sertifikasi semata. Jatuhlah ke judul awal! ***
