Mendengar AI Menendang Guru

By PorosBumi 20 Jun 2025, 06:18:18 WIB Tilikan
Mendengar AI Menendang Guru

Anton Suparyanta

Suka baca suka nulis

 

Baca Lainnya :

APA yang terdengar ketika kini masa emas “Googling aja, beres!” justru ditendang oleh “AI aja, tuntas!”? Tanyakan kepada AI, nyaris semuanya dijawab dan diperinci, kecuali otak-atik cinta-seks-pornografi yang prosedural pragmatis. AI ibarat otak mahacerdas yang menyusup ke penjuru ceruk data. Menyedot kekuatan kognisi otak manusia dengan jaring algoritma. Segala reka daya manusia ditendangi AI Generatif. Jagat AI makin berjenama.

Mendikdasmen RI, Prof Abdul Mu’ti, berapi-api mengklaim bahwa Artificial Intellegence (AI) atau akal imitasi/kecerdasan buatan menggiring manusia berbuat culas. Meminggirkan akal cerdas. Mengubur nalar insani. Tapi AI sedang bertakhta. Muncullah siborg-siborg baru.

Nah, dinamika babak bundas dunia pendidikan makin memanas jika disangkutkan AI. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2025 merilis program "Guru Mentor". Program inisiatif ini ingin meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Tujuannya menciptakan lingkungan pendidikan lebih inklusif dan efektif melalui pendekatan mentoring yang komprehensif. Idealisasi program ditaja dalam Naskah Akademik, Pembelajaran Mendalam Menuju Pendidikan Bermutu untuk Semua (Kemdikdasmen, 2025).

Rilis program ini tak begitu trending ditangkap masyarakat. Satu opini miring adalah "gimik guru mentor". Sentilan ini menggiring dilema program, proyek, dan projek yang dihadapi dalam implementasi. Apakah sekadar tren mengarus popularitas? Ataukah langkah strategis yang benar-benar urgen mengoperasi wajah pendidikan Indonesia? Sudahkah becermin dengan gimik guru penggerak (guru kreatif, inovatif, adaptif), guru zaman, pun guru bangsa meskipun kini amblas manakala diinisiasi dengan sertifikasi? Lalu, guru AI?

Konsep dasar program guru mentor dirancang dengan cara seleksi dan pelatihan yang lebih efektif. Calon guru mentor diseleksi dengan penerapan empat kriteria, yaitu pola pikir bertumbuh, komitmen berbagi, kemampuan berkolaborasi dan komunikasi, serta tanggung jawab profesional. Empat kriteria inilah yang diidam-idamkan mampu membunuh sinisme atau persepsi gimik dan proyek. Cakapkah tanpa AI?

 

Pola Pikir Bertumbuh

Satu kriteria pokok demi menegakkan seleksi yaitu pola pikir bertumbuh. Guru di jalur growth mindset. Pola ini mengedepankan dua kemampuan, yaitu kontinu belajar dan berkembang serta visioner menghadapi tantangan dengan sikap positif. Guru dengan pola pikir bertumbuh meyakini kecakapan dan kecerdasan dapat ditingkatkan melalui usaha dan pembelajaran yang berkelanjutan. Guru bijak menghadapi kesulitan dan selalu mencari peluang untuk meningkatkan skill individu.

Dalam konteks program guru mentor, seorang guru dengan pola pikir bertumbuh akan dengan gembira mengikuti pelatihan baru, walaupun bermateri ribet, rumit, dan ruwet. Jika ada pelatihan tentang aplikasi teknologi dalam pembelajaran, guru bertipe ini akan menjadikannya sebagai kesempatan untuk mengembangkan keterampilan baru, bukan sebagai beban. Guru melakoni “trial and error” aneka metode pembelajaran terbaru dan terbuka terhadap umpan balik dari rekan dan muridnya. Alasan klasiknya meningkatkan kualitas karakter pengajaran.

Diharapkan tercipta lingkungan pendidikan dinamis dan inovatif. Guru-guru yang terpilih akan menjadi panutan bagi guru liyan, mendorong budaya pembelajaran sepanjang hayat, dan terjadi kolaborasi produktif. Reka daya ini akan berdampak positif terhadap kualitas pendidikan secara keseluruhan. Guru-guru tersebut akan stabil memacak diri dan berkontribusi dalam pengembangan kurikulum dan menagih metode pembelajaran yang pas.

 

Komitmen Berbagi

Kriteria kedua mewajibkan komitmen berbagi. Komitmen berbagi adalah sikap dasariah guru makhluk sosial. Guru mentor diharapkan sekaligus mematut diri sendiri dan berkontribusi dalam pengembangan profesionalisme guru liyan. Guru dengan senang hati menularwartakan pengetahuan, pengalaman, dan sumber daya kepada guru liyan. Tularan ini akan menunaskan lingkungan pendidikan yang kolaboratif dan saling mendukung.

Ambillah contoh ketika seorang guru mentor mengembangkan modul pembelajaran baru yang sangat efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Ketimbang memeramnya sebagai rahasia pribadi, guru dengan bangga membagikan modul tersebut kepada guru liyan dalam sekolah. Guru mentor ini akan mengadakan sesi diskusi dan pelatihan untuk membantu guru liyan memahami dan menerapkan modul tersebut dengan tepat. Cara ini menunjukkan komitmen yang kuat dalam berbagi wawas-rambah pengetahuan dan pengalaman, serta keinginan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara holistik.

Contoh intelektual dari komitmen berbagi adalah ketika guru mentor terlibat dalam riset pendidikan dan menemukan metode pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam kelas. Kemudian sang guru menulis makalah tentang penelitian dan mempresentasikannya dalam seminar pendidikan. Kemudian, guru tersebut mengundang guru lain untuk mendiskusikan hasil penelitiannya dan memberikan umpan balik. Dengan kegiatan ini, guru mentor akan berbagi pengetahuan secara intelektual sekaligus mendorong budaya riset dan inovasi dalam lingkungan pendidikan.

Implementasi yang mengemuka adalah hingga hari ini tidak sedikit guru kita melempem berbagi dalam model dan pendekatan pembelajaran. Adakah guru yang militan praktik pembelajaran berdiferensiasi di setiap sekolah masing-masing? Bukankah tengara kurikulum kemarin adalah esensial, merdeka, dan tidak ada spesialisasi pilihan jurusan? Bukankah guru terjebak kebingungan antara diskursus mengajar dan ketersediaan buku ajar? Ujung-ujungnya, guru tidak punya pegangan rencana pembelajaran yang diandalkan. Jatuhlah guru melempem berbagi ide.

 

Kemampuan Berkolaborasi dan Berkomunikasi

Pada era digital kemampuan ini menjadi viral. Guru tidak hanya bekerja secara individu, tetapi sebagai bagian dari tim yang saling mendukung dan berkolaborasi. Guru yang cakap berkolaborasi dan berkomunikasi dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan efektif. Ide baru dipastikan berkembang dan diimplementasikan dengan baik.

Contoh inovatif dari kemampuan berkolaborasi dan berkomunikasi adalah penggunaan platform digital dan media sosial. Peranti ini untuk cocok memfasilitasi diskusi dan kolaborasi antarguru. Guru mentor dapat menggunakan aplikasi seperti Google Classroom atau Microsoft Teams untuk membuat grup diskusi daring.

Para guru dapat berbagi sumber daya pembelajaran, mengadakan webinar, dan mendiskusikan tantangan dan solusi dalam pengajaran. Melalui platform ini, guru dari berbagai sekolah dapat leluasa berkolaborasi untuk menyempurnakan kurikulum bersama dan membagikan pengalaman mereka secara langsung. Tidak pasrah pada AI.

Guru mentor dapat melirik media sosial seperti Twitter atau LinkedIn untuk terhubung dengan komunitas pendidik global. Guru dapat mengikuti akun-akun pendidikan yang berbagi konten terkini tentang inovasi pendidikan, teknologi pembelajaran, dan best practices.

Guru mentor juga dapat membagikan pengalaman dan proyek mereka sendiri melalui blog atau YouTube. Keuntungannya dapat memperoleh umpan balik dari komunitas yang lebih luas. Melalui penggunaan teknologi dan media sosial, guru mentor dapat memperluas jaringan mereka dan mendapatkan inspirasi dan motivasi dari berbagai sumber. Klimaksnya akan meningkatkan kualitas karakter pendidikan di sekolah mereka.

 

Tanggung Jawab Profesional

Pilar terakhir ini menjadi gawang penting untuk mengembangkan guru-guru yang berkomitmen dan dapat diandalkan. Tanggung jawab profesional mencakup komitmen untuk menjaga standar etiket pengajaran dan pembelajaran, memastikan kualitas pembelajaran yang lebih tinggi, serta berkomitmen untuk mengembangkan diri secara profesional. Guru dengan dedikasi tanggung jawab profesional diharapkan dapat menjadi panutan bagi guru liyan dan memberikan teladan utama ketika menggerakkan tugas-tugas edukatif.

Contoh cerdas dari tanggung jawab profesional dalam konteks penggunaan AI adalah ketika guru mentor menghadapi tantangan untuk mengintegrasikan teknologi AI dalam pembelajaran. Guru dengan cekatan akan memastikan bahwa penggunaan AI dilakukan secara etis dan bertanggung jawab. Mereka akan mempelajari dampak potensial dari AI terhadap siswa, seperti privasi data dan keadilan dalam penilaian.

Guru juga akan memastikan bahwa penggunaan AI mendukung tujuan pendidikan yang lebih luas, seperti mengelola keterlibatan siswa dan memfasilitasi pembelajaran yang inklusif. Misalnya, guru dapat menggunakan AI untuk menganalisis data pembelajaran siswa dan memberikan umpan balik yang lebih personal. Akan tetapi, guru pun akan memastikan bahwa data tersebut dijaga dengan aman dan digunakan secara transparan, reliabel dan akuntabel.

Analisis cerdas tentang penggunaan AI dalam program guru mentor juga mencakup pemahaman bahwa teknologi AI bukanlah pengganti guru. AI sekadar aksesori peranti yang menyangga guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Guru dengan tanggung jawab profesional akan mengkaji efektivitas penggunaan AI dalam konteks sekolah mereka, mempertimbangkan faktor-faktor seperti sumber daya yang tersedia, kebutuhan spesifik siswa, dan kompetensi guru melek teknologi.

Guru akan sadar terbuka terhadap umpan balik dari siswa dan guru liyan tentang penggunaan AI, sehingga dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan. Dengan demikian, guru dapat memastikan bahwa penggunaan AI tidak sekadar stagnan efektif, tetapi justru memantulkan cermin bertanggung jawab dan mendukung tujuan pendidikan yang menyeluruh.

Empat kriteria ideal untuk penjaringan program guru mentor sudah digelindingkan. Kritik terhadap "gimik guru mentor" pun memiliki dasar yang valid, khususnya dalam tagihan konsistensi implementasi, pengalaman guru mentor, dan kekurangan infrastruktur. Sebalik kritik, muncul juga persepsi positif yang mengakui manfaat program ini.

Nah, perlu adanya progres dalam manajerial program, progres kriteria pemilihan guru mentor, serta progres penyediaan sumber daya yang memadai agar program ini dapat berjalan secara efektif dan membuahkan hasil. Jangan terkecoh lagi pseudo barisan guru penggerak dengan iming-iming cuan akumulasi sertifikasi semata. Jatuhlah ke judul awal! ***

 

 

 

 

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment