Teknologi Manipulasi Sel Somatik, Inovasi Perbaikan Tanaman di Indonesia

By PorosBumi 14 Jul 2025, 07:59:09 WIB Sains
Teknologi Manipulasi Sel Somatik, Inovasi Perbaikan Tanaman di Indonesia

CIBINONG - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Botani Terapan (PRBT) mengungkap lima teknologi manipulasi sel somatik yang berperan penting dalam peningkatan kualitas dan produktivitas tanaman, mulai dari mutasi in vitro hingga gene editing. Melalui pendekatan bioteknologi, berbagai komoditas lokal seperti pisang, alpukat, dan tanaman hias berpotensi dikembangkan menjadi varietas unggul dengan nilai ekonomi tinggi.

Topik tersebut menjadi fokus dalam Botany Talk Series #18 bertema “Manipulasi Sel Somatik untuk Perbaikan Tanaman”, yang diselenggarakan oleh Pusat Riset Botani Terapan (PRBT), Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan (ORHL) BRIN pada Selasa (08/07).

Dalam kegiatan yang digelar secara hybrid di Gedung BNC, Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Soekarno, Cibinong, ini menghadirkan Peneliti Utama BRIN, Witjaksono, yang membagikan pengalaman risetnya sejak menempuh studi doktoral di Amerika Serikat hingga kini aktif mengembangkan teknologi kultur jaringan dan bioteknologi tanaman di Indonesia. Salah satu pencapaian Witjaksono adalah penelitian induksi mutasi pada tanaman jati yang menghasilkan mutan yang telah didiseminasikan hampir ke seluruh wilayah di tanah air.

Baca Lainnya :

 

Lima Teknologi Utama Manipulasi Sel Somatik


Dalam paparannya, Witjaksono menyoroti lima metode manipulasi sel somatik yang digunakan untuk perbaikan tanaman, yaitu mutasi in vitro, seleksi in vitro, manipulasi ploidi, hibridisasi somatik, dan transformasi genetik. Menurutnya, seluruh metode tersebut membutuhkan sistem regenerasi tanaman yang mapan, baik melalui jalur organogenesis maupun embriogenesis somatik, yang pengembangan protokolnya dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk genotype, macam inoculum, hara, serta penggunaan zat pengatur tumbuh.

“Embriogenesis somatik menjadi metode unggulan dalam regenerasi tanaman karena mampu menghasilkan tanaman dari sel tunggal yang stabil secara genetik dan bebas kimera. Teknik ini telah berhasil diterapkan pada tanaman seperti alpukat, pisang liar, hingga gaharu,” ujar peneliti yang rekam jejak penelitiannya telah banyak dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional sebagai bentuk kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Lebih lanjut, Witjaksono menjelaskan bahwa kelima teknologi tersebut telah diterapkan pada berbagai jenis tanaman, termasuk pisang, apokat, jati, serta tanaman hias dan obat. Ia juga menekankan pemanfaatan kekayaan biodiversitas Indonesia serta banyaknya komoditi pertanian Indonesia yang menjadi komoditi dunia perlu intervensi teknologi untuk meningkatkan produktivitas maupun intensifikasinya.

“Manipulasi sel somatik dapat menjadi salah satu teknologi yang dapat dipakai untuk peningkatan produktivitas tersebut,” ungkapnya.

 

Biodiversitas Indonesia: Potensi Besar yang Belum Tergarap Optimal


Menurutnya, Indonesia memiliki kekayaan biodiversitas luar biasa yang belum dimanfaatkan secara optimal. Ia mencontohkan ekspor anggrek Phalaenopsis hybrid oleh Taiwan yang merupakan hasil breeding dari petani penganggrek yang pasti membutuhkan dan menggunakan spesies anggrek liar sebagai induk silangan. 

“Ini membuktikan bahwa riset biodiversitas dapat menghasilkan komoditi dan industri dengan nilai ekonomi tinggi. Sementara itu, kita yang menjadi host atau “rumah” dari banyak spesies anggrek Phalaenopsis liar yang endemic maupun yang tersebar di beberapa tempat kurang optimal dalam memanfaatkannya,” terang Witjaksono.

Selanjutnya, dijelaskan bahwa mutasi in vitro yang diinduksi menggunakan sinar gamma atau zat kimia seperti EMS dapat menghasilkan keragaman morfologi, seperti ukuran buah yang berbeda atau waktu berbunga yang lebih cepat. Salah satu contoh nyatanya adalah kentang hitam dan Jati Platinum yang tumbuh lebih cepat dengan kualitas hasil yang lebih baik.

 

Aplikasi Teknologi pada Beragam Tanaman


Lebih lanjut, Witjaksono memaparkan bahwa manipulasi ploidi seperti induksi tetraploid mampu meningkatkan vigor dan produktivitas tanaman, seperti pada beberapa varietas pisang, jati, stevia, artemisia, kelor. Beberapa varietas tetraploid telah didaftarkan oleh BRIN sebagai varietas baru, seperti pada beberapa varietas pisang pisang, dan beberapa telah mendapat perlindungan varietas tanaman, sperti Rejang triploid dan Rejang tetraploid.

Menurut Witjaksono, teknologi fusi protoplas/hibridisasi somatik memungkinkan penggabungan sifat-sifat unggul dari dua induk yang tidak bisa disilangkan, baik secara konvensional, maupun digrafting atau okulasi. Contohnya, Tanaman buah alpukat diketahui rentan terhadap penyakit busuk kar. Tanaman yang terserang, terutama di daerah menggenang, tidak produktif dan mati. 

Tidak ada metode pengendalian penyakit ini yang efektif, kecuali dengan batang bawah yang secara genetik tahan. Diketahui bahwa kerabat liar tanaman ini tahan penyakit busuk akar tetapi species-species ini tidak dapat disilangkan maupun di grafting dengan alpukat. Maka Solusi yang perlu dicoba adalah melakukan hibridisasi somatic antara dua jenis ini dengan harapan hibrida somatiknya mempunyai sifat tahan dan dapat di grafting dengan alpukat. 

“Penggabungan sifat melalui fusi protoplas ini sangat potensial untuk dikembangkan pada tanaman hias. Sebagai contoh, tanaman aglaonema merah yang merupakan silangan dari aglaonema hijau dengan spesies liar berwarna merah, tidak mudah dihasilkan,” urainya. 

Menurutnya, fusi protoplas antar-keduanya mungkin dapat dilakukan secara lebih efektif. Tanaman hias dengan keragaman yang tinggi seperti begonia, Impatiens, anggrek sangat potensial untuk di breeding dengan metode ini.

 

Pengembangan Teknik Regenerasi Embryogenesis

Dilanjutkannya, dengan regenerasi tanaman melalui protoplasma juga dapat menjadi sistem delivery dari metode perbaikan tanaman dengan cara gene editing. “Teknik gene editing ini sedang hot-hot-nya di dunia, karena diperkirakan dapat menjadi alternatif dari teknologi sebelumnya, yaitu transformasi genetic yang semula dipermasalahkan banyak komunitas LSM di seluruh dunia, dan sekarang telah menjadi pandangan umum masyarakat dunia sebagai bermasalah dan tidak disukai,” jelasnya.

Jika teknologi ini berhasil berkembang maka tanaman unggul yang dihasilkan bukan merupakan tanaman transgenik sehingga akan lebih cepat sampai ke tangan konsumen. “Namun, masih perlu disiapkan peraturan yang lengkap dan jelas, agar tidak menyalahi peraturan paten internasional karena beberapa teknologi kunci sudah mendapatkan perlindungan hukum,” tegasnya.

Di akhir sesi, Witjaksono menyampaikan bahwa keberhasilan pemanfaatan teknologi ini membutuhkan fasilitas laboratorium dan green house serta kebun yang memadai dan stabil serta nyaman untuk bekerja, kolaborasi lintas sektor dan dari hulu ke hilir, dan kebijakan terhadap program yang stabil dalam waktu yang cukup, serta peningkatan pemahaman publik terhadap bioteknologi untuk adopsi hasil teknologinya.

Ia berharap pengalaman dan hasil riset yang ia bagikan sejak aktif di bidang kultur jaringan sejak tahun 1983 dapat memberi kontribusi berarti bagi pengembangan ilmu dan pertanian nasional. (sh/ed.sl, mfs)

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment