- AHY: Ini Call to Action, Kita Tidak Tinggal Diam Saat Bumi Terluka
- Serahkan 326 Akta Notaris Kopdes, Mendes Optimistis Serap Tenaga Kerja Produktif di Desa
- Menhut Gagas Syarat Pendakian Berdasar Level Kesulitan Suatu Gunung
- Komisi V DPR RI Desak Kawasan Transmigrasi Dibebaskan Dari Kawasan Hutan
- Pembangunan Terminal Khusus Perusahaan Tambang Nikel PT STS di Haltim Diduga Melanggar Aturan
- Greenpeace Dorong Tanggung Jawab Produsen untuk Lebih Serius Menangani Sampah Plastik
- Produksi Beras Nasional Januari-Agustus 2025 Capai 29,97 Juta Ton, Naik 14,09 Persen
- Mentan: 212 Produsen Beras Bermasalah Telah Dilaporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung
- AHY Ungkap 3 Langkah Konret Tantangan Urbanisasi di BRICS
- Kemandirian Pangan, Koperasi dan Seni, Sebuah Utopia?
Tahlil & Doa 7 Hari Wafatnya Hj Euis Nurlaila Binti KH Idam Damiri
(Ibu Sepuh / Isteri Buya KH. Dadun Sanusi Pendiri Yayasan Sunanulhuda – Cikaroya, Sukabumi)
.jpg)
TRADISI tahlilan merupakan bagian dari
budaya keislaman yang berkembang di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di
kalangan masyarakat Nahdlatul Ulama (NU). Salah satu bentuk pelaksanaan
tahlilan yang paling sering dilakukan adalah tahlilan 7 hari setelah kematian
seseorang.
Tradisi ini biasanya dilakukan dengan membaca doa, tahlil, dan yasin bersama untuk mendoakan arwah orang yang telah meninggal dunia sebagai bentuk penghormatan terakhir terhadap orang yang meninggal, sekaligus sebagai bentuk sedekah dari keluarga almarhum kepada tetangga dan kerabat.
Baca Lainnya :
- Atmosfer (Suasana) Belajar (Kok) Dicipta?0
- Tim PkM Universitas Negeri Yogyakarta Sosialisasi Komunikasi Pendidikan di Era Digital 0
- Geber Bangku, Program Andalan Herawati Tanamkan Budaya Antikorupsi 0
- Pak Kambali: Sosok Inspiratif Penggerak Kemandirian Disabilitas Netra di Kabupaten Karanganyar0
- Pertamina dan Seruni Buka Akses Air Bersih, Targetkan 1.280 Kepala Keluarga di Sragen 0
Tahlilan 7 hari merupakan tradisi yang berkembang kuat di
Indonesia. diyakini berasal dari warisan ulama salaf dan budaya Islam yang
dibawa oleh para wali dan ulama terdahulu ke Nusantara. Sebagaimana keterangan.
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓن ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨
Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada
mayyit.”
Berkata Umar: “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya
sampai 3 hari dan shodaqoh dalam 3 hari akan tetap kekal pahalanya sampai 7
hari, dan shodaqoh di hari ke 7 akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari
pahala 25 sampai 40 harinya lalu sedekah dihari ke 40 akan kekal hingga 100
hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun
sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari.” (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal
198)
Berkumpul melaksanakan Tahlilan dan mengirim doa untuk
mayyit adalah bentuk shodaqoh buat mayyit. Bershodaqah itu tidak hanya berupa
harta saja, karena dalam Tahlilan terkandung kalimat-kalimat thoyyibah seperti
kalimat tasbih, tahmid dan tahlil yang merupakan shodaqoh menurut Rosulallah
SAW;
عَنْ أَبِى ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالُوا لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ « أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya
sebagian dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya
lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami
shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershodaqoh
dengan kelebihan harta mereka”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah Allah
telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershodaqaoh? Sesungguhnya tiap-tiap
tasbih adalah shodaqoh, tiap-tiap tahmid adalah shodaqoh, tiap-tiap tahlil
adalah shodaqoh, menyuruh kepada kebaikan adalah shodaqoh, mencegah kemungkaran
adalah shodaqoh dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya)
adalah shodaqoh “.
Mereka bertanya, “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah
seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi
syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi
syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. (HR. Muslim no. 2376)
Dengan demikian Tahlil dan Doa 7 Hari wafatnya Ibu Sepuh
merupakan washilah tanda cinta dan penghormatan kita kepada mayyit tanpa
pandang bulu baik si Kaya dan si Miskin dengan berbagai macam lapisan sosial
dan budaya.
Tahlil dan doa Bersama untuk almarhumah Ibu sepuh akan
diadakan di Pondok Pesanten Sunanulhuda pada hari Senin Malam Selasa tanggal 23
Juni 2025 jam 18:30 WIB sd selesai dan Insya Allah akan dihadiri dari seluruh
Alumni mutaqaddimien dan mutaa’khirien dari luar kota bahkan luar pulau Jawa
bersama para Muhibbien, ribuan jama’ah
pengajian malam Sabtu dan jama’ah sholawatan malam Rabu serta para orang tua
santri dan Masyarakat luas.
Hj. Euis Nurlaila yang dikenal dengan sebutan “Ibu Sepuh”
adalah puteri pertama dari pasangan KH. Idam Damiri bin Mohamad Faqih dan Hj.
Mun Yunarni binti H. Yunus, merupakan isteri dari Buya KH. Dadun Sanusi Pendiri
Yayasan Sunanulhuda – Cikaroya, Sukabumi. Lahir di Sukabumi pada 9 September
1949 dan meninggal di usia 74 tahun
Kemajuan pesat Pesantren Sunanulhuda-Cikaroya sampai
generasi ke-3 saat ini, yang dipimpin oleh KH. Fiki Ali Majid (Putera ke 8)
tidak terlepas Peran serta Ibu Sepuh dalam pengelolaannya. Karena menurut
sebuat studi yang diterbitkan oleh Carnegie Mellon University, “Kesuksesan
seseorang setelah menikah sangat didukung oleh pasangan yang suportif” Ibu
Sepuh mendampingi Buya Dadun Sanusi di kala suka dan duka mengelola pesantren
dan mengasuh santri selama 40 tahun, tepatnya sejak menikah dengan Buya pada
tahun 1964 sampai wafatnya Buya tahun 2004 dan telah dikaruniakan 13 anak dan
10 anak yang masih hidup (5 putera dan 5 puteri).
Ibu Sepuh aktif mengajar santiwati bahkan mengajar Alquran
kepada anak-anak kampung sekitar disamping Ibu sepuh terkenal dengan ringan
tangannya terhadap Masyarakat luas dan santri terutama “Rajin Bershodaqah” oh”.
Ibu Sepuh telah berhasil memberikan keturunan yang adapat melanjutkan
perjuangan dan cita-cita Mama dan Buya, sebagaimana menurut Muhammad Al-Khalaf
dalam kitab Da-liiilu-th-Thalibah al-Mu’minah, hal.27 : Wanita (isteri)
mempunyai tugas yang maha mulia; “menyiapkan generasi mendatang dan membina manusia”.
(Lia Nuraliah,S.S,MM, 2005, Biografi Buya KH. Dadun Sanusi)
