Kegetiran dan Semangat Hidup Katri, Korban Salah Tangkap Tragedi 1965
Resensi Buku

By PorosBumi 28 Jun 2025, 11:34:30 WIB Tilikan
Kegetiran dan Semangat Hidup Katri, Korban Salah Tangkap Tragedi 1965

Handoko Widagdo

Pencinta buku

Baca Lainnya :


TRAGEDI 1965 dan setelahnya telah memakan banyak korban. Bahkan mereka yang tidak paham politik, ikut menjadi korban. Korban akibat salah tangkap atau bahkan akibat fitnah bertebaran di banyak tempat. Mereka ditangkap hanya karena ada anggota keluarganya yang menjadi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), ada temannya yang PKI atau bahkan difitnah karena ada orang yang tak suka padanya.

Mereka-mereka ini ”diciduk” dan ditahan tanpa proses pengadilan. Masa depan mereka dan keluarganya musnah seketika. Sayang sekali - karena mereka itu dilabeli sebagai anggota PKI, banyak dari mereka yang memilih bungkam. Sebab jika berani bersuara, maka nasipnya akan semakin buruk. Bukan saja nasib dirinya, tetapi juga nasip keluarganya. Bukankah jaman Orde Baru ada kebijakan ”Bersih Diri dan Bersih Lingkungan?” Ketakutan dan kekhawatiran membuat mereka ini diam.

Syukurlah, satu-dua orang ada yang sudah berani mengungkapkan kepahitan hidupnya melalui tulisan. Pengungkapan pengalaman pahit ini tentu sangat berat. Sebab seakan membuka kembali borok yang bernanah. Seandainya pun dirinya sudah kuat untuk mengungkapkan pengalamannya, belum tentu keluarganya menyetujuinya. Bahkan dalam banyak kasus, keluarganya lebih takut menerima akibat pengungkapan kepahitan tersebut daripada yang bersangkutan.

Katri adalah salah satu orang yang berani mengungkapkan kepahitan yang melanda hidupnya. Meski dalam bentuk fiksi (novel), namun pengalaman nyata Katri tergambar jelas bagaimana hidupnya hancur lebur hanya karena dia ikut ditangkap. Katri, seorang gadis yang kenes harus menjadi perempuan yang penuh penderitaan.

Katri adalah korban salah tangkap. Ia tidak seharusnya ditangkap. Sebab dia tidak melakukan apa pun yang melanggar hukum. Hanya karena ikut berkesenian di desanya, Katri jatuh cinta kepada pembimbing seninya. Padahal sang pembimbing sudah mempunyai istri. Hubungan yang terlarang tersebut membuat Katri hamil dan harus dinikahkan dengan Agus sang seniman kaya. Katri tidak pernah berpikir bahwa kegiatan berkeseniannya, dan kasus selingkuhnya dengan Agus adalah suatu tindakan makar yang melawan Negara.

Karena kakak-kakak lelakinya ada yang menjadi anggota PKI dan suaminya adalah tokoh Lekra, Katri ikut ditangkap. Bahkan ia ditembak saat terjadi penggerebekan di rumahnya. Saat itu Katri hamil 7 bulan. Peluru tersebut tak membunuhnya, karena meleset beberapa senti saja.

Namun pipinya hancur diterjang peluru. Katri yang berhasil melarikan diri dari rumah, akhirnya mendapat pertolongan di sebuah rumah sakit. Tapi nasibnya tak membaik. Setelah melahirkan bayinya, ia dijemput tentara dan ditahan. Katri mendekam dalam tahanan sempit bersama bayinya. Ia harus berdesakan dengan tahanan perempuan lainnya. Katri dibebaskan begitu saja pada tahun 1968.

Namun Katri harus kembali ditahan karena ia sempat mengunjungi Wasno, kakak lelakinya yang buron. Katri dianggap menyembunyikan buronan berbahaya. Bahkan Heru dan Tomi, keduanya adalah anggota Angkatan Laut - KKO, ikut menerima akibat karena mengantar Katri saat mengunjungi Wasno. Heru adalah anggota KKO yang sebenarnya dijodohkan kepada Katri oleh Wasno. Heru yang masih cinta kepada Katri, membantu Katri untuk mencari Wasno. Heru dan Tomi dipecat dari ketentaraan karena dianggap bersekongkol dengan anggota PKI.

Katri harus berpindah-pindah rumah tahanan. Ia juga mengalami siksaan yang luar biasa supaya ia mengaku sebagai tokoh penting PKI. Dalam beberapa kejadian penyiksaan, Katri hampir meregang nyawa. Namun keinginannya untuk terus hidup membuat semangatnya terus menyala.

Katri sempat dipindahkan ke Jakarta karena dijadikan saksi bagi Heru dan Tomi. Di Jakarta inilah ia mengalami penderitaan lahir batin karena ia diperkosa oleh seorang tentara yang menjaganya. Perkosaan itu mengakibatkan Katri hamil dan melahirkan seorang bayi.

Saat ditahan di Jakarta inilah Katri bertemu dengan seorang tahanan mantan tentara. Hendro adalah seorang tentara yang sangat dekat dengan Sukarno. Meski Hendro bukan seorang PKI, namun karena dia dekat dengan Sukarno, Hendro ikut ditahan.

Masa itu memang siapa saja bisa bernasib buruk. Apalagi kalau mempunyai hubungan dengan PKI dan dekat dengan Sukarno yang dianggap sebagai musuh Orde Baru. Setelah bebas Hendro melamar Katri. Mereka hidup bahagia bersama dua anak Katri sebelumnya dan dua anak Katri dari Hendro setelah mereka menikah.

Keteguhan hati Katri dan semangat hidupnya telah menyelamatkan kehidupan. Bukan hanya kehidupan Katri yang terus berlangsung, namun kehidupan keempat anaknya (Yudi anak dari Agus; Agus anak dari hasil perkosaan tentara yang menjaganya dan Timur dan Kaka - dua anak dari Hendro, setelah mereka bebas).

Masih banyak perempuan dan orang-orang lain yang mengalami nasib seperti Katri. Bahkan banyak dari mereka yang kehilangan nyawanya. Namun saat ini mereka atau keluarganya belum berani mengungkapkan kekejaman yang mereka alami. Sebab mereka mengalami ketakutan yang lebih dahsyat daripada kesakitan fisik yang mereka alami.

Kini zaman telah berubah. Orde Baru telah tumbang. Sudah saatnya Negara mengakui kesalahan masa silamnya. Negara harus mengakui bahwa telah bersalah menahan dan membunuh banyak orang yang sebenarnya tidak ada sangkut-pautnya dengan peristiwa 1965. Negara harus meminta maaf.

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment