- AHY: Ini Call to Action, Kita Tidak Tinggal Diam Saat Bumi Terluka
- Serahkan 326 Akta Notaris Kopdes, Mendes Optimistis Serap Tenaga Kerja Produktif di Desa
- Menhut Gagas Syarat Pendakian Berdasar Level Kesulitan Suatu Gunung
- Komisi V DPR RI Desak Kawasan Transmigrasi Dibebaskan Dari Kawasan Hutan
- Pembangunan Terminal Khusus Perusahaan Tambang Nikel PT STS di Haltim Diduga Melanggar Aturan
- Greenpeace Dorong Tanggung Jawab Produsen untuk Lebih Serius Menangani Sampah Plastik
- Produksi Beras Nasional Januari-Agustus 2025 Capai 29,97 Juta Ton, Naik 14,09 Persen
- Mentan: 212 Produsen Beras Bermasalah Telah Dilaporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung
- AHY Ungkap 3 Langkah Konret Tantangan Urbanisasi di BRICS
- Kemandirian Pangan, Koperasi dan Seni, Sebuah Utopia?
Dibanding Jagung dan Padi, Swasembada Kedelai Paling Berat

Detik, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) saat ini fokus tengah fokus mengejar target swasembada 3 komoditas pangan utama antara lain beras, jagung, dan kedelai atau Pajale. Di antaranya ketiganya, peningkatan produksi kedelai jadi paling sulit.
Kepala Biro Perencanaan Kementan, Kasdi Subagyono, mengatakan ada 2 permasalahan paling pelik untuk mencapai swasembada kedelai yakni lahan yang sempit, serta harga kedelai yang tidak menguntungkan petani. Di sisi lain, ketergantungan pada kedelai impor saat ini juga sangat besar."Kedelai ini paling sulit (swasembada), karena produksinya baru 890.000 ton, bandingkan dengan kebutuhannya setahun 2,7 juta ton. Masih kurang banyak sekali, jadi harus impor terus," ucap Kasdi kepada detikFinance ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (1/2/2017).
"Ada dua hal perspektif kami, yakni di lahan dan harga. Harga kedelai tidak kompetitif dengan jagung dan beras. Kemudian lahan juga sangat sedikit, makanya dalam upaya khusus kita bukan kembangkan di lahan irigasi, tapi di lahan kering dan tadah hujan. Kalau ditanam di lahan irigasi yang 8 juta hektar, pasti rebutan (dengan padi dan jagung)," tambahnya.Sementara untuk mengatasi harga, sebenarnya pemerintah lewat Kementerian Perdagangan, telah merilis harga acuan kedelai lokal, namun hal itu belum terealisasi optimal di lapangan.
Baca Lainnya :
- Lahan Bertambah, RI Akan Kelebihan Produksi Jagung0
- Perkebunan, Sektor Menjanjikan di Kota Metropolitan Semarang0
- Buat Program Gema Pamili, Banyuwangi Berupaya Wujudkan Kemandirian Pangan0
- Pedagang Makanan-Minuman Senang Penetapan Harga Gula Rp 12.500 Per Kg0
- Bisnis Impor Daging di RI Menggiurkan, Ini Alasannya0
"Kan sebenarnya sudah ada Permendag Nomor 63 Tahun 2016, harga lokal Rp 8.500/kg sampai Rp 9.200/kg. Kalau dijual di harga itu sebenarnya sudah BEP (balik modal) petani. Bagaimana membuat petani untung, pengusaha tahu tempe enggak rugi, konsumen enggak beli mahal, itu susah sekali ngurusnya," terang Kasdi. melanjutkan, program swasembada kedelai sendiri baru bisa dilakukan pada tahun 2020. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan anggaran Kementan, serta konsentrasi alokasi sumber daya pada komoditas jagung.
"Kalau sesuai target tahun 2020. Itu target kami insya Allah bisa. Untuk sekarang konsentrasi masih di jagung, padi sudah jalan, karena APBN terbatas," ujar Kasdi. Data Kementan sendiri, produksi kedelai pada tahun lalu sebesar 980.000 ton, turun dibandingkan dengan produksi pada tahun 2015 yakni 960.000 ton. Sementara untuk impor kedelai setiap tahun rata-rata hampir mencapai 2 juta ton, sebagian besar berasal dari Amerika Serikat (AS).
