- AHY: Ini Call to Action, Kita Tidak Tinggal Diam Saat Bumi Terluka
- Serahkan 326 Akta Notaris Kopdes, Mendes Optimistis Serap Tenaga Kerja Produktif di Desa
- Menhut Gagas Syarat Pendakian Berdasar Level Kesulitan Suatu Gunung
- Komisi V DPR RI Desak Kawasan Transmigrasi Dibebaskan Dari Kawasan Hutan
- Pembangunan Terminal Khusus Perusahaan Tambang Nikel PT STS di Haltim Diduga Melanggar Aturan
- Greenpeace Dorong Tanggung Jawab Produsen untuk Lebih Serius Menangani Sampah Plastik
- Produksi Beras Nasional Januari-Agustus 2025 Capai 29,97 Juta Ton, Naik 14,09 Persen
- Mentan: 212 Produsen Beras Bermasalah Telah Dilaporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung
- AHY Ungkap 3 Langkah Konret Tantangan Urbanisasi di BRICS
- Kemandirian Pangan, Koperasi dan Seni, Sebuah Utopia?
Menkeu, Teori dan Kebijakan Tarif

M Ghaniey Al Rasyid
Penulis lepas, pengeliping dan penikmat sastra,
tinggal di Surakarta
Baca Lainnya :
- Perjalanan Jatuh Bangun Ali Sarbani, Anak Petani Sukses Berbisnis Properti0
- Kakek 103 Tahun Sukses Jualan di Tiktok Shop0
- Foto Itu...0
- Gubernur Pramono Anung Apresiasi Kiprah Muhammadiyah DKI Jakarta0
- Maaf Itu...0
DI sebuah ruangan nan cukup
pepat, Sri Mulyani berdiri di hadapan Kabinet Merah Putih menyinggung kebijakan
tarif Amerika Serikat. Ia menggambarkan bagaimana kebijakan tarif itu berimbas
kepada nilai perdagangan internasional.
Syahdan, kebijakan itu digaungkan seperti visi Thrump untuk
Amerika. Adalah membikin ‘Amerika Jaya Kembali.’ Meski demikian beberapa
pengamat cukup getir meniliknya. Pasalnya dengan kebijakan tarif itu beberapa
negara yang sempat berkongsi dengan Amerika Serika bakal di bebenkan tarif
beberapa persen apabila mengekspor ke negeri paman sam itu.
Kebijakan Amerika itu disinyalir untuk mengurangi
ketergantungan negaranya atas komoditas dari luar negaranya, dan yang paling
utama ialah menunjukan taringnya di kancah dunia. Kebijakan Tarif itu bukan
perkara remeh. Sri Mulyani berdiri di hadapan kabinet memperbincangkan sikap Indonesia
atas kebijakan itu.
Beberapa pakar mencoba menerka dan menyuguhkan gagasan yang
dikemas melalui esai. Sambil memperbaiki kacamatanya, Sri Mulyani bergumam
bahwa teori-teori yang melekat di dalam esai-esai itu, tak lagi cukup
menyelesaikan permasalahan kebijakan tarif trump itu. Kita dipahamkan dari
sebuah peristiwa dalam sejarah ekonomi kita. Pelbagai tantangan aral melintang
menguji republic ini untuk menghadapinya.
Dunia sempat mengalami krisis ekonomi depresi besar pada
1930. Situasi itu seperti halnya namanya –depresi, membikin beberapa perbankan
lumpuh, dan perekonomian hampir tersendat melahirkan kekacauan. Pengangguran
merebak, harga kebutuhan pokok tak lagi terjangkau, dan matematikawan yang
gundah kemudian menerjemahkan krisis agar kelak di masa depan tak jatuh di
lubang yang sama.
Irving Fisher begitu mencintai matematika. Ia mengotak-atik
rumus, guna menyelesaikan permasalahan depresi besar. Saat depresi besar
menyeruak, mulanya ia percaya, bahwa pasar dapat menyelesaikan permasalahan
perekonomian tanpa campur tangan siapapun termasuk negara.
Fisher sempat mengernyitkan dahi seraya menerka kembali
anggapannya. Nampaknya, pasar bisa hanyut diambang keserakahan. Para pemilik
modal yang jumawa itu ingin meraup untung besar di balik kertas saham. Melalui
analisa aljabarnya, Fisher mendorong status negara untuk tegas menjadi kran perekonomian
di antara para praktisi ekonomi yang haus akan laba.
Meski demikian, Fisher selalu menundukkan kepalanya ketika
ia mencoba menyuguhkan teori Hakekat Persamaan Pertukaran yang dikemas melalui
aljabar. Singkatnya logika matematika itu menganalisa total uang berpindah
tangan di dalam ekonomi sama dengan nilai total barang dan jasa yang dijual.
Lebih lanjutnya, ia juga membicarakan dominasi dollar
terhadap emas. Melalui analisa Fisher itu, dominasi emas dialihkan kepada
selember kertas bernama dollar untuk menyeragamkan nilai tukar di seluruh
penjuru dunia guna mengatasi krisis dolar saat depresi besar 1930.
Nama Fisher dalam haribaan ekonomi di Amerika cukup harum.
Berkat gagasan Fisher, dolar menjadi nilai tukar prestisius di kancah
internasional. Gagasan Fisher teringat cukup kontroversial. Pasalnya, melalui
telaahnya dolar distatuskan sebagai rujukan perekonomian dunia menggantikan
nilai tukar emas.
Kiwari, dolar cukup terusik oleh pelbagai manuver dari
beberapa negara pesaingnya. Mereka berkumpul membicarakan menyoal pengaruh
dalam perekonomian dunia. Pembentukan BRICS konon membikin dolar Amerika
mewanti-wanti gerak-geriknya.
Fisher menyadari bahwa ekonom itu tak luput dari kelemahan
seperti galibnya manusia. Fisher menyampaikan tentang perbedaan cara pandang
ekonom. Seorang ekonom akademisi umumnya sangat terbuka, sangat mungkin secara
tidak sadar terbawa oleh bias masyarakat di tempat mereka tinggal.
Sedangkan praktisi ekonomi yang misalnya tinggal di kantor
Wall Street akan memberikan sudut pandang ekonomi ala Wall Street, begitu pula
dengan ekonom di universitas negeri, mereka akan mendukung
kepentingan-kepentingan kementrian sebagai basis analisisnya.
Melalui pelbagai tafsir itu, Fisher tak memungkiri adanya
pelbagai macam sudut pandang menyuguhkan ide menyoal ekonomi. Syahdan, gagasan
ekonomi sering kali dalam posisi sangkal menyangkal. Para pemikir terus
memperbarui gagasannya agar disesuaikan dengan situasi yang tengah dihadapi.
Lalu bagaimana menyikapi Kebijakan Tarif Trump?
Esai Goenawan Moehammad sempat menyitir, bahwa ekonom
mengalami kegusaran dalam Catatan Pinggir, (Tempo, 07 November
1991). Alih-alih ingin menyelesaikan permasalahan ekonomi, malah ia kadang kali
tak tepat sasaran bahkan tak banyak memperkeruh situasi. Variabel ekonomi tidak
berdiri secara tunggal, akan tetapi bersanding dengan pelbagai komponen lainnya
seperti, aspek sosial sampai politik.
Kita melihat beberapa pemikir ekonomi seperti Douglas North
peraih nobel 1993, di mana ia menjabarkan ekonomi melibatkan aspek sosial
berupa pranata sosial. Gagasan North bukan main pengaruhnya. Secara
terang-terangan peraih Nobel Ekonomi 2024, adalah Daren Acemoglu dan Joan
Robinson sebagai ilmuwan politik, mengakui ia terpikat atas analisa North dalam
menilik sebab-musabab ketimpangan, munculnya negara miskin dan kaya.
Daron Acemoglu piawai dalam mengolah statistika serta rumus
perekonomian. Sedangkan Joan Robinson tak kalah piawai dalam pembacaan dinamika
politik. Keduanya menerima penghargaan nobel ekonomi 2024, melalui karya
pentingnya berjudul Why Nations Fail: The
Origins of Power, Prosperity, and Poverty (Crown Bussiness Press, 2012).
Buku itu menyampaikan fakta bahwa telaah perekonomian
melibatkan aspek lainnya seperti politik, sosial dan budaya. Buku gubahan Daron
Acemoglu dan Joan Robinson lebih tebal menyoal situasi politik dan ekonomi pada
akhir abad ke-20.
Syahdan, di abad ini kebijakan ekonomi makro kiranya kurang
lengkap bila hanya meletakan sudut pandang ekonomi dalam menelisik situasi
perekonomian seperti yang pernah disinggung Martin Staniland mengenai Ekonomi
dan Politik (Rajawali Press, 2003). Bila kita menilik peraih nobel sebelumnya,
pada tahun 2005 Thomas C. Schelling dan Robert J. Schelling memperkenalkan cara
kerja ekonomi bernama Game Theory.
Game Theory hadir sebagai solusi untuk menyelesaikan
permasalahan konflik seperti konflik dagang dan bisnis. Schelling
memperkenalkan teori ini saat meletupnya perang dingin antara Amerika dan Uni
Soviet. Lebih lanjut, ia menjabarkan isu kunci antara lain; keamanan global dan
stabilitas ekonomi global.
Aumann dan Schelling menegaskan bahwa teorinya itu
menitikberatkan agar menjauhi konflik dan memperkuat kolaborasi. Perundingan
dipilih daripada berselisih. Berselisih membikin sengsara daripada duduk semeja
menentukan kerja sama. Namun realitas bergerak menciptakan kondisi lainnya.
Amerika Serikat tetap kukuh menetapkan kebijakan tarif meskipun tengah memendingnya
selama sembilan puluh hari.
Kebijakan ini seperti seseorang yang frustasi dan mengancam siapapun yang tak tunduk atas rasa frustasinya itu. Dalam hal ini, Badan Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) perlu menjadi mediator mendapatkan solusi terbaik untuk mengatasi kemungkinan terburuk atas situasi ekonomi makro dari beberapa negara yang mendapatkan beban tarif Impor Trum. Sekian.
