- Seruan Serikat Petani Indonesia Pasca Protes dan Kerusuhan Agustus
- Mendorong Koeksistensi Manusia dan Orangutan Tapanuli
- UNAS dan Kedubes Malaysia Inisiasi Penanaman Mangrove di Desa Sukawali, Tangerang
- Pegunungan Dolok Paung Tidak Lagi Memberi Air Kehidupan Bagi Masyarakat Adat Huta Parpatihan
- Kembalinya Operasi PT Gag Nikel Kabar Buruk Bagi Upaya #SaveRajaAmpat
- Gatal Kepala dan Sebal
- Oki Setiana Dewi Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Jakarta
- HUT ke 24 PD, SBY Melukis Only The Strong Langsung di Hadapan Ratusan Kader Demokrat
- Greenpeace Asia Tenggara Bawa Cerita #SaveRajaAmpat ke Forum PBB, Desak Tata Kelola Nikel
- Spirit dan Kesyahduan Peringatan Maulid Nabi Musola Nurul Hikmah dan Yayasan Ihsan Nur
Jejak Ingatan Arsitek dan Kolektor Seni Hendra Hadiprana Dalam Pameran Retrospeksi Napak Tilas Seni
.jpg)
MENGENANG kelahiran arsitek dan kolektor
seni sekaligus founder galeri seni pertama di Indonesia, Galeri Hadiprana,
keluarga Hendra Hadiprana menggelar Pameran Retrospeksi Napak Tilas Seni. Pameran
yang dihelat pada 23 Agustus sampai 15 September 2025, ini akan memamerkan
jejak-jejak koleksi arsitek kampiun tersebut dengan karya-karya seniman maestro
seni modern seperti Gregorius Sidharta Soegijo, Sadali, Srihadi, Ad Pirous,
Jeihan, Yusuf Affendi dll.
Putri sulung Hendra, Puri Hadiprana, seorang profesional di bidang seni, arsitektur, dan desain dan sekaligus Commissioner dari Hadiprana Design dan pendiri Hadiprana Art Centre menyatakan, sejatinya pameran ini selain ingin mengenang kelahiran sang ayah pada bulan Agustus juga mensakralkan perayaan HUT Republik Indonesia ke-80, sekaligus menengok ulang ingatan sejarah tentang kecintaannya pada seni modern Indonesia.
Baca Lainnya :
- 15 Ribu Pohon Ditanam di Jabungan, Warga Masih Menanti Manfaat Ekonomi0
- Kaum Tani Bersama Masyarakat Adat Tano Batak Lawan Perampasan Tanah dan Perbudakan PT TPL0
- Peneliti BRIN Identifikasi Hama dan Penyakit Tanaman Hias Krisan, Begini Cara Mengatasinya!0
- Panitia Pengarah Tetapkan Calon Direktur Eksekutif Nasional dan Calon Dewan Nasional 2025–20290
- Menko AHY Tegaskan Pembangunan Infrastruktur Dasar untuk Sinergi Industri dan Transmigrasi0
“Napak Tilas adalah saat semua orang tak meninggalkan
sejarah, meski zaman terus berubah. Koleksi-koleksi ini meneguhkan bahwa seni
itu jujur dan dicintai dengan hati di tiap era dan menorehkan kecintaan yang
tak pernah mati, seperti ayah saat awal terpikat pada seni modern,” ujar Puri.
Puri menerangkan bahwa ayahnya, yang biasa disebut
sejawatnya sebagai Om Henk, saat pertama kembali ke Indonesia pada 1957, usai
menamatkan studi desain interior dan arsitektur di Akademik Minerva Afdeling
Architectuur, Groningen, Negeri Belanda terpikat pada karya lukisan Penyaliban
Yesus karya G.Sidharta di Hotel Des Indes.
"Pertanyaan terpenting bagi ayah adalah bagaimana
menawarkan arsitektur dan interior bukan hanya sebagai tempat, tetapi juga
sebagai seni yang memiliki sentuhan individual," tutur Puri. Ia teringat
sentuhan personal itu, yang mengilhami sebagai arsitek, dengan lukisan pertama
koleksi ayahnya, karya G Sidharta yang dikejar dan dibelinya dalam setahun.
Pameran Retrospeksi menampilkan sejumlah perupa lebih muda yang menjadi mitra Hendra Hadiprana tatkala masih hidup, seperti Wayan Bawa Antara, Made gunawan, Putu Bonus dan Ketut Seno juga koleksi keluarga seniman senior di Pameran Napak Tilas ini.
“Seperti yang dituturkan Om Henk, seniman-seniman Indonesia tak kalah dengan karya seniman Eropa. Karena itu, sejak balik dari Belanda komitmennya ingin menjadi bagian dari seni dan budaya Indonesia sepenuhnya,” kata Johanda sebagai manager galeri Hadiprana.
Johanda, yang telah mengabdi lebih dari 26 tahun dan menjadi
mitra terdekat Hendra Hadiprana mengaku bahwa kolektor seni itu benar-benar
merasakan kebahagiaan yang luar biasa bisa bersahabat dengan para seniman yang
ia dukung. “Om Henk mengamati perkembangan tiap seniman, hasratnya pun
kecakapan skill-nya, sebab karya-karyanya cerminan sejati dari kecerdasan,
hati, dan jiwa para seniman Indonesia,’’ jelasnya.
Dalam ingatan dan saksi-saksi hidup, Hendra Hadiprana
arsitek serta kolektor kenamaan ini satu saat menyampaikan, sebagai yang
disebut hampir dalam tiap lini bisnisnya, dalam misi dan visi perusahaan yang
dibangunnya, "Saya sungguh bersemangat tidak hanya tentang bagaimana
arsitektur dan desain memengaruhi kehidupan manusia, tetapi juga tentang apa
yang saya lakukan dan saya yakini” ujarnya.
“Dalam mimpi saya, arsitektur adalah cara hidup, sebuah sikap untuk menghargai seni dan budaya. Arsitektur dan seni-budaya adalah bagian integral dan tak terpisahkan, " ujar Hendra Hadiprana.
Sejarah Singkat Hendra Hadiprana
Hendra Hadiprana (13 Agustus 1929 – 1 Januari 2018) arsitek
senior Indonesia lahir di Bogor, 13 Agustus 1929. Hendra Hadiprana setelah
menyelesaikan studi Arsitektur dan Desain Interiornya di Belanda, di Akademik
Minerva Afdeling Architectuur, Groningen pada tahun 1957, memutuskan untuk
kembali ke Indonesia, yang hal itu sikap yang tidak lazim.
Saat itu pergolakan politik dan situasi ekonomi tak menentu
di Indonesia – Tahun 1957, isu Irian Barat,
merujuk pada upaya Indonesia untuk memperoleh kembali wilayah Nugini
Barat yang masih dikuasai Belanda, dan Indonesia mulai mengambil tindakan tegas
setelah jalur diplomasi gagal, seperti memimpin nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Belanda dan mendirikan Front Nasional Pembebasan Irian
Barat (FNPIB).
Kawan-kawan Hendra yang terdidik dan mendapatkan diploma
sarjana, memilih untuk tinggal di Belanda. Namun, antusiasme dan kecintaan
Hendra Hadiprana terhadap seni dan budaya Indonesia, usai ia diberi buku oleh
Profesor tempat ia menuntut ilmu dengan buku “Mahabharata’; menjadi motivasi
utamanya.
Pada tahun 1958, ia mendirikan Firma Konsultan Desain
Hadiprana. Kemudian pada tahun 1962, membangun galeri seni pertama di Indonesia
dengan nama Prasta Pandawa, yang kemudian berubah menjadi Galeri Hadiprana.
Hal ini makin memicu hasratnya terhadap seni lukis dan
patung, bertumbuh makin besar dan ia membina banyak seniman, mensponsori
mereka, dan memberi mereka kesempatan untuk berpameran. Hubungan mereka lebih
berdasarkan persahabatan daripada hubungan profesional.
Galeri Hadiprana didirikan pada tahun 1970, di Jalan Falatehan, Jakarta Selatan. Semangat yang berkobar itu memicu kebangkitan galeri-galeri di Jakarta—yang sempat vakum pada tahun 1960-an. Di Galeri Hadiprana inilah, Hendra Hadiprana makin menyadari bahwa harmoni dan saling ketergantungan antara seni dan desain interior seta arsitektur, seperti pentingnya memamerkan karya seni rupa di ruang keluarga dan ruang publik.
