Jejak Ingatan Arsitek dan Kolektor Seni Hendra Hadiprana Dalam Pameran Retrospeksi Napak Tilas Seni

By PorosBumi 21 Agu 2025, 21:08:58 WIB Ornamen
 Jejak Ingatan Arsitek dan Kolektor Seni Hendra Hadiprana Dalam Pameran Retrospeksi Napak Tilas Seni

MENGENANG kelahiran arsitek dan kolektor seni sekaligus founder galeri seni pertama di Indonesia, Galeri Hadiprana, keluarga Hendra Hadiprana menggelar Pameran Retrospeksi Napak Tilas Seni. Pameran yang dihelat pada 23 Agustus sampai 15 September 2025, ini akan memamerkan jejak-jejak koleksi arsitek kampiun tersebut dengan karya-karya seniman maestro seni modern seperti Gregorius Sidharta Soegijo, Sadali, Srihadi, Ad Pirous, Jeihan, Yusuf Affendi dll.

Putri sulung Hendra, Puri Hadiprana, seorang profesional di bidang seni, arsitektur, dan desain dan sekaligus Commissioner dari Hadiprana Design dan pendiri Hadiprana Art Centre menyatakan, sejatinya pameran ini selain ingin mengenang kelahiran sang ayah pada bulan Agustus juga mensakralkan perayaan HUT Republik Indonesia ke-80, sekaligus menengok ulang ingatan sejarah tentang kecintaannya pada seni modern Indonesia.


Baca Lainnya :

“Napak Tilas adalah saat semua orang tak meninggalkan sejarah, meski zaman terus berubah. Koleksi-koleksi ini meneguhkan bahwa seni itu jujur dan dicintai dengan hati di tiap era dan menorehkan kecintaan yang tak pernah mati, seperti ayah saat awal terpikat pada seni modern,” ujar Puri.

Puri menerangkan bahwa ayahnya, yang biasa disebut sejawatnya sebagai Om Henk, saat pertama kembali ke Indonesia pada 1957, usai menamatkan studi desain interior dan arsitektur di Akademik Minerva Afdeling Architectuur, Groningen, Negeri Belanda terpikat pada karya lukisan Penyaliban Yesus karya G.Sidharta di Hotel Des Indes.

"Pertanyaan terpenting bagi ayah adalah bagaimana menawarkan arsitektur dan interior bukan hanya sebagai tempat, tetapi juga sebagai seni yang memiliki sentuhan individual," tutur Puri. Ia teringat sentuhan personal itu, yang mengilhami sebagai arsitek, dengan lukisan pertama koleksi ayahnya, karya G Sidharta yang dikejar dan dibelinya dalam setahun.

Pameran Retrospeksi menampilkan sejumlah perupa lebih muda yang menjadi mitra Hendra Hadiprana tatkala masih hidup, seperti Wayan Bawa Antara, Made gunawan, Putu Bonus dan Ketut Seno juga koleksi keluarga seniman senior di Pameran Napak Tilas ini.

“Seperti yang dituturkan Om Henk, seniman-seniman Indonesia tak kalah dengan karya seniman Eropa. Karena itu, sejak balik dari Belanda komitmennya ingin menjadi bagian dari seni dan budaya Indonesia sepenuhnya,” kata Johanda sebagai manager galeri Hadiprana.


Johanda, yang telah mengabdi lebih dari 26 tahun dan menjadi mitra terdekat Hendra Hadiprana mengaku bahwa kolektor seni itu benar-benar merasakan kebahagiaan yang luar biasa bisa bersahabat dengan para seniman yang ia dukung. “Om Henk mengamati perkembangan tiap seniman, hasratnya pun kecakapan skill-nya, sebab karya-karyanya cerminan sejati dari kecerdasan, hati, dan jiwa para seniman Indonesia,’’ jelasnya.

Dalam ingatan dan saksi-saksi hidup, Hendra Hadiprana arsitek serta kolektor kenamaan ini satu saat menyampaikan, sebagai yang disebut hampir dalam tiap lini bisnisnya, dalam misi dan visi perusahaan yang dibangunnya, "Saya sungguh bersemangat tidak hanya tentang bagaimana arsitektur dan desain memengaruhi kehidupan manusia, tetapi juga tentang apa yang saya lakukan dan saya yakini” ujarnya.

“Dalam mimpi saya, arsitektur adalah cara hidup, sebuah sikap untuk menghargai seni dan budaya. Arsitektur dan seni-budaya adalah bagian integral dan tak terpisahkan, " ujar Hendra Hadiprana. 

Sejarah Singkat Hendra Hadiprana

Hendra Hadiprana (13 Agustus 1929 – 1 Januari 2018) arsitek senior Indonesia lahir di Bogor, 13 Agustus 1929. Hendra Hadiprana setelah menyelesaikan studi Arsitektur dan Desain Interiornya di Belanda, di Akademik Minerva Afdeling Architectuur, Groningen pada tahun 1957, memutuskan untuk kembali ke Indonesia, yang hal itu sikap yang tidak lazim.

Saat itu pergolakan politik dan situasi ekonomi tak menentu di Indonesia – Tahun 1957, isu Irian Barat,  merujuk pada upaya Indonesia untuk memperoleh kembali wilayah Nugini Barat yang masih dikuasai Belanda, dan Indonesia mulai mengambil tindakan tegas setelah jalur diplomasi gagal, seperti memimpin nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan mendirikan Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB).

Kawan-kawan Hendra yang terdidik dan mendapatkan diploma sarjana, memilih untuk tinggal di Belanda. Namun, antusiasme dan kecintaan Hendra Hadiprana terhadap seni dan budaya Indonesia, usai ia diberi buku oleh Profesor tempat ia menuntut ilmu dengan buku “Mahabharata’; menjadi motivasi utamanya.

Pada tahun 1958, ia mendirikan Firma Konsultan Desain Hadiprana. Kemudian pada tahun 1962, membangun galeri seni pertama di Indonesia dengan nama Prasta Pandawa, yang kemudian berubah menjadi Galeri Hadiprana.

Hal ini makin memicu hasratnya terhadap seni lukis dan patung, bertumbuh makin besar dan ia membina banyak seniman, mensponsori mereka, dan memberi mereka kesempatan untuk berpameran. Hubungan mereka lebih berdasarkan persahabatan daripada hubungan profesional.

Galeri Hadiprana didirikan pada tahun 1970, di Jalan Falatehan, Jakarta Selatan. Semangat yang berkobar itu memicu kebangkitan galeri-galeri di Jakarta—yang sempat vakum pada tahun 1960-an. Di Galeri Hadiprana inilah, Hendra Hadiprana makin menyadari bahwa harmoni dan saling ketergantungan antara seni dan desain interior seta arsitektur, seperti pentingnya memamerkan karya seni rupa di ruang keluarga dan ruang publik.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment