- Seruan Serikat Petani Indonesia Pasca Protes dan Kerusuhan Agustus
- Mendorong Koeksistensi Manusia dan Orangutan Tapanuli
- UNAS dan Kedubes Malaysia Inisiasi Penanaman Mangrove di Desa Sukawali, Tangerang
- Pegunungan Dolok Paung Tidak Lagi Memberi Air Kehidupan Bagi Masyarakat Adat Huta Parpatihan
- Kembalinya Operasi PT Gag Nikel Kabar Buruk Bagi Upaya #SaveRajaAmpat
- Gatal Kepala dan Sebal
- Oki Setiana Dewi Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Jakarta
- HUT ke 24 PD, SBY Melukis Only The Strong Langsung di Hadapan Ratusan Kader Demokrat
- Greenpeace Asia Tenggara Bawa Cerita #SaveRajaAmpat ke Forum PBB, Desak Tata Kelola Nikel
- Spirit dan Kesyahduan Peringatan Maulid Nabi Musola Nurul Hikmah dan Yayasan Ihsan Nur
Surga yang Dibisukan: Dua Dekade Greenpeace Merekam Kisah dan Kesah dari Tanah Papua
.jpg)
Pameran foto
dan peluncuran buku berjudul “Surga yang Dibisukan” yang digelar Greenpeace sebagai
bagian dari upaya mendokumentasikan ketangguhan Masyarakat Adat Papua dan
perjalanan kampanye sejak 2005. © Dhemas Reviyanto / Greenpeace
JAKARTA - Greenpeace Indonesia
menggelar peluncuran buku foto Surga yang Dibisukan di KALA di
Kalijaga, Jakarta Selatan. Dalam momentum Hari Internasional Masyarakat Adat
Sedunia yang dirayakan setiap 9 Agustus, acara peluncuran buku foto ini menjadi
ruang bagi sejumlah Masyarakat Adat Papua dan publik untuk mendiskusikan Papua
kini, dulu, dan yang akan datang.
Baca Lainnya :
- Menakar Transformasi Teknologi, Mengakselerasi Meritokrasi dan Good Governance di ASDP 0
- Hadir Sebagai Ruang Hidup Bersama, KAI Pastikan Setiap Orang Memiliki Akses Setara 0
- Garap Tahap II, Kementerian PU Pastikan Fasilitas Sekolah Rakyat Tahap I Tetap Terawat 0
- Mahasiswa Tel-U dan Korea Ciptakan Inovasi Smart Farming di Pangalengan Bandung 0
- Pengawasan Program Irigasi Pompa Ditingkatkan, Kementan Fokus Selesaikan Temuan Lapangan0
Hadir dalam diskusi ini yakni Maria Amote, perempuan muda
adat dari suku Wambon; Enrico Kondologit, antropolog asal Papua; Frengki Albert
Saa, Koordinator Bidang Riset dan Inovasi Badan Perencanaan Pembangunan, Riset
dan Inovasi Daerah (Bapperida) Provinsi Papua Barat Daya; dan Widhi Handoyo,
Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor Kementerian
Lingkungan Hidup.
Dalam kesempatan ini, Maria menceritakan kegelisahannya sebagai anak muda adat Papua. Dengan ancaman kerusakan alam yang kian menajam, ia khawatir identitas adat Papua akan perlahan menghilang ditelan waktu. “Orang tua saya tidak mewariskan harta, mereka hanya mewariskan hutan bagi saya. Kalau sudah tidak ada lagi hutan adat, saya tidak bisa lagi disebut sebagai perempuan adat. Lalu, bagaimana nanti dengan anak cucu saya?” ujar Maria.
Suasana acara bincang-bincang “Seperti Apa Masa Depan Papua?” yang merupakan bagian dari pameran “Surga yang Dibisukan” di Kala di Kalijaga, Jakarta, Senin (11/8). Greenpeace Indonesia menggelar pameran foto dan peluncuran buku foto berjudul “Surga yang Dibisukan” sebagai bagian dari upaya mendokumentasikan ketangguhan Masyarakat Adat Papua dan perjalanan kampanye sejak tahun 2005. © Dhemas Reviyanto / Greenpeace
Dua dekade bekerja di Tanah Papua, Greenpeace menemukan
berbagai cerita. Tak hanya kisah tentang keindahan alam yang masih asri
terjaga, kerja-kerja Greenpeace di Tanah Papua juga menjadi saksi ketangguhan
Masyarakat Adat. Kendati demikian, ancaman kerusakan, terutama dari industri
ekstraktif, masih menjadi momok yang menghantui Tanah Papua.
“Kami menyaksikan bagaimana alam Papua yang sebelumnya utuh
dan tidak tersentuh, perlahan terancam oleh deforestasi yang semakin nyata dan
mengkhawatirkan. Di sisi lain, kami juga mendokumentasikan cara hidup
Masyarakat Adat di Papua yang telah menjaga kelestarian alam Papua. Semua yang
ada di Tanah Papua, yang disebut surga kecil jatuh ke Bumi itu, bisa hilang
jika tidak dijaga betul-betul. Menjaga Tanah Papua menjadi tanggung jawab
kolektif berbagai pihak,” terang Kiki Taufik, Kepala Kampanye Global Greenpeace
untuk Hutan Indonesia.
Ajakan untuk memperjuangkan masa depan Tanah Papua sebagai
tanggung jawab kolektif juga disampaikan oleh Frengky Albert Saa, Kepala Bidang
Riset dan Inovasi Daerah Bapperida Papua Barat Daya. “Kami akan bergandeng
tangan dengan teman-teman mitra pembangunan dan organisasi masyarakat sipil,
seperti Greenpeace. Janganlah kita alergi berkolaborasi,” ujar Frengky.
Mewakili Kementerian Lingkungan Hidup, Direktur Pencegahan
Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor, Widhi Handoyo, menyampaikan
pentingnya kolaborasi untuk mencari solusi bagaimana melindungi lingkungan
hidup sembari mengembangkan potensi yang menjadi kekuatan utama di Tanah Papua.
Ia mencontohkan kawasan Raja Ampat yang secara tata ruang memiliki fungsi
lindung hingga lebih dari 70 persen.
“Bayangkan jika satu wilayah saja memiliki fungsi lindung
sedemikian besar, artinya prioritas pengembangan wilayahnya harus berbasis
kondisi di lapangan, misalnya dengan sektor perikanan dan pariwisata yang
menjadi fokusnya sesuai dengan potensi utama yang dimiliki,” ujar Widhi.
Buku foto Surga yang Dibisukan memuat empat
segmen yang merangkum aspek kehidupan Masyarakat Adat dan komunitas lokal di
Tanah Papua. Mulai dari cerita tentang budaya dan keseharian Masyarakat Adat,
visual kekayaan biodiversitas yang khas, hingga ancaman kerusakan lingkungan
yang mengintai Tanah Papua dan dokumentasi praktik baik dari upaya membangun
solusi untuk masa depan Tanah Papua. Beberapa foto pilihan dipamerkan di area
peluncuran.
Sebagai seorang antropolog, Enrico menyatakan bahwa
keragaman perspektif yang ditampilkan dalam buku Surga yang Dibisukan ini
tidak hanya penting untuk orang yang ada di luar Papua, tapi juga penting bagi
orang Papua. “Antropologi visual, seperti yang coba dilakukan dalam buku foto
ini, adalah salah satu jawaban untuk memberikan informasi pada Masyarakat Papua
agar kami bisa mengambil langkah kongkrit untuk masa depan Papua,” kata Enrico.
Tak hanya pameran, penampilan musik dari grup musisi asal
Papua, Sunrise West Papua, dan grup musik Navicula turut meramaikan semarak
peluncuran buku foto Surga yang Dibisukan. Sore itu, Navicula
membawakan lagu baru mereka bertajuk “Papua” yang diciptakan sebagai
persembahan bagi tanah serta masyarakat Papua.
Sunrise West Papua tampil di pameran “Surga yang Dibisukan” yang digelar di Kala, Kalijaga, Jakarta, Senin (11/8). Greenpeace Indonesia menggelar pameran foto dan peluncuran buku berjudul “Surga yang Dibisukan” sebagai bagian dari upaya mendokumentasikan ketangguhan Masyarakat Adat Papua dan perjalanan kampanyenya sejak 2005. © Dhemas Reviyanto / Greenpeace
Navicula tampil di pameran “Surga yang Dibisukan” yang digelar Greenpeace di Kala, Kalijaga, Jakarta, Senin (11/8/2025). © Dhemas Reviyanto / Greenpeace
Peluncuran buku foto Surga yang Dibisukan diharapkan
dapat menjadi gerbang awal untuk membuka ruang-ruang baru diskusi tentang masa
depan Papua. Terkait aspirasinya untuk masa depan Papua, Maria berharap,
“Menteri Lingkungan Hidup mungkin bisa melihat apa yang menjadi hak dan harapan
dari Masyarakat Adat. Bagi kami, hutan adalah ibu. Jati diri kami adalah kami
lahir dan tumbuh di tanah kami. Kami minta dari pemerintah untuk melihat dan
membantu kami masyarakat.”
Kepala
Kampanye Global Hutan Indonesia, Kiki Taufik, dan anggota DPR RI, Rieke Diah
Pitaloka mengunjungi pameran foto “Surga yang Dibisukan” di Kala di Kalijaga,
Jakarta, Indonesia. © Dhemas Reviyanto / Greenpeace
