- Filosofi Kaya Lintas Generasi Orang-Orang China
- Wisata Pulau-Pulau Cantik di Aceh yang Wajib Dikunjungi
- Hari Populasi Dunia, Kampanye Tanam Pohon di Bedono Jadi Contoh Mitigasi Abrasi Pesisir
- Sering Lihat Harga Emas Naik-Turun? Begini Cara Cuan dari Pergerakan Emas!
- Tim PkM UNY Gelar Workshop Perempuan Islam Berkemajuan untuk Mewujudkan Peradaban Utama
- AHY Tegaskan Pentingnya Infrastruktur Transportasi Dorong Pertumbuhan Kawasan
- Teknologi Layar Hisense Mendukung Tampilan VAR di FIFA Club World Cup 2025™
- Fakta dan Mitos Seputar MSG: Apakah Benar Membahayakan Tubuh?
- Disabilitas Tak Menghentikan Junar Asunyi Menuai Harapan Lewat Konten Karier & HR
- LindungiHutan Dorong Tebus Jejak Karbon dengan Penanaman Pohon
MOCA Singapura Panggungkan A Path to Glory
Paduan Legenda Sastra Silat dan Patung Kontemporer
.jpg)
MOCA Singapura menampilkan pameran unik. Sebuah
tafsiran visual silat Tiongkok kuno yang berpusat pada petualangan para
pendekar, seni bela diri dan elemen kisah fantastis di tangan pematung Ren Zhe.
Ren Zhe piawai mewujudkan seni beladiri Wuxia dalam puluhan
novel karya sastrawan Cersil (Cerita Silat) Jin Yong, ditransformasikan dalam
karya bermateri stainless steel.
William Wong, Kurator muda yang mengamati pematung Ren Zhe
dalam mempresentasikan pamerannya berjuluk ‘A Path to Glory’ di Singapura
mengatakan Ren Zhe perupa yang menakjubkan.
Baca Lainnya :
- Desa Bedono Tenggelam, Petani Ini Terus Menanam Mangrove untuk Bertahan0
- Unggul se Asia-Pasifik, SDN Papela Rote Ndao Menang Kompetisi Sekolah Tersehat AIA 20250
- PIS & doctorSHARE Hadirkan Rumah Sakit Kapal Layani Masyarakat 3T di Papua 0
- Kisah Tragis Fientje de Feniks: Pelacur Batavia yang Mati di Kali Baru0
- Menhut Gagas Syarat Pendakian Berdasar Level Kesulitan Suatu Gunung 0
“Ia pematung yang mampu dengan cakap menafsirkan ulang
kepiawaian penulisan sastra Jin Yong. Ren Zhe mengimajinasikan tokoh-tokoh
novel keluar dari teks tulis dan menyajikannya di hadapan kita, seolah-olah
mereka—para pendekar seni bela diri yang dikenal di Tiongkok dengan Wu Xia itu
melampaui fiksi” ujar Wong, dalam rilis MOCA Singapura awal Juli ini.
Kisah-kisah yang ditulis sastrawan Jin Yong, mengingatkan
pada serial TV Condor Heroes di Tanah Air dari tahun 80-an, yang juga tenar
dengan novelnya tentang Pendekar Pemanah Rajawali.
Pameran Ren Zhe, memang konsisten mengambil inspirasi dari
budaya tradisional dan secara inovatif memadukan estetika Timur dengan
perspektif kontemporer. Ia memadukan secara harmonis formasi artistik yang kuat
dari setiap tokoh dengan esensi sastra Jin Yong.
Sementara itu, President MOCA (Museum of Contemporary Art),
Linda Ma mengakui bahwa sebagai generasi ketiga peranakan Tionghoa di
Indonesia, ia tumbuh besar dengan membaca novel-novel seni beladiri Wuxia.
“MOCA Singapura mendapatkan kehormatan besar bisa mewujudkan
pameran di Singapura dengan menampilkan lebih dari 40 patung berskala besar di
satu ruang museum. Sebuah kerja menantang namun menggembirakan, yang saya
yakini akan menghadirkan pengalaman budaya yang belum pernah ada sebelumnya
bagi masyarakat Singapura” imbuh Linda Ma bersemangat.
Karya -karya pematung Ren Zhe menghidupkan ulang relasi
sastra Jin Yong dengan Kota Singa, dengan memelihara benih Nanyang yang ditabur
puluhan tahun lalu lewat bahasa seni rupa sekaligus menikmati cara unik
memadukan seni dan cagar budaya khas kultur Tiong Hwa.
“Dari kekayaan fantasi dan budaya Tiongkok sampai Kota
Singa, Singapura nyala api kesatria terus diwariskan seperti obor abadi dan
dihidupkan ulang oleh Ren Zhe, yang patung-patungnya telah melebur dan
meloncati budaya melintasi gunung dan lautan dengan mengukir kisah-kisah seni bela diri Wuxia di zaman kita”, tutur
Kurator Seni William Wong.
Wong juga berharap semangat sastra Jin Yong lebih
mendepankan keutamaan kesatria. Yang novel-novel Jin Yong yang diadaptasi oleh
pematung Ren Zhe, menyerupai kekuatan hati yang tak kenal takut, sebilah
pedang, meneruskan semangat pantang menyerah menuntun kita maju, dan membangun
kenangan abadi.
Patung-patung Ren Zhe tidak hanya memberi apresiasi tinggi
kepada dunia kisah seni beladiri, Wuxia milik Jin Yong, tetapi juga berfungsi
sebagai ekspresi visual mendalam dari rasa empati terhadap semangat penokohan
para kesatria, yang disampaikan melalui bahasa artistik Ren Zhe.
Sastrawan Jin Yong selian meninggalkan jejak kuat di
Indonesia, saat sama mendapatkan aklamasi global sebab komitmen seumur hidup
dengan menampilkan lebih dari 1400 karakter-karakter tokoh dalam puluhan
novelnya. Karakter-karakter itu menawan dan kompleks antara figur-figur ahli
martial art yang mewarnai kultur Tiong Hwa di seluruh dunia.
Tokoh-tokoh fiktif karya Jin Yong yang kini jadi
patung-patung secara fisik, dulunya
dipilih oleh Kementerian Pendidikan Singapura untuk dimasukkan dalam
kurikulum bahasa Mandarin di sekolah. Agar menginspirasi generasi muda untuk
mengeksplorasi kekayaan budaya Tiongkok global.
Legenda cerita klasik Ji Yong memang secara masal
mempengaruhi sejarahi film, serial TV, serial komik, drama radio, dalam
beberapa dasawarsa terkahir, bahkan memberi pengaruh kuat pun mendalam pada
integrasi sastra kontemporer dan budaya popular kata banyak pengamat sastra dan
seni di Asia.
Pada akhirnya, Linda Ma, yang di dikenal dii Indonesia
sebagai owner Linda Gallery menuturkan “Kami sekarang sedang merencanakan dan
mempersiapkan dengan matang untuk meneruskan pameran patung Ren Zhe yang luar
biasa ini di Indonesia. Sebagai eksposisi solo keduanya di Asia Tenggara, saya
berharap apresian seni Tanah Air bisa menyaksikannya kelak”. (bambang asrini widjanarko)
