- Seruan Serikat Petani Indonesia Pasca Protes dan Kerusuhan Agustus
- Mendorong Koeksistensi Manusia dan Orangutan Tapanuli
- UNAS dan Kedubes Malaysia Inisiasi Penanaman Mangrove di Desa Sukawali, Tangerang
- Pegunungan Dolok Paung Tidak Lagi Memberi Air Kehidupan Bagi Masyarakat Adat Huta Parpatihan
- Kembalinya Operasi PT Gag Nikel Kabar Buruk Bagi Upaya #SaveRajaAmpat
- Gatal Kepala dan Sebal
- Oki Setiana Dewi Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Jakarta
- HUT ke 24 PD, SBY Melukis Only The Strong Langsung di Hadapan Ratusan Kader Demokrat
- Greenpeace Asia Tenggara Bawa Cerita #SaveRajaAmpat ke Forum PBB, Desak Tata Kelola Nikel
- Spirit dan Kesyahduan Peringatan Maulid Nabi Musola Nurul Hikmah dan Yayasan Ihsan Nur
Kisah Dua Christopher yang Hidup Menyendiri, Meninggalkan Kemewahan Duniawi

Christopher Thomas Knight (kanan), dan Christopher McCandless.
BAYANGKAN jika kamu harus menyendiri dan meninggalkan semua kemewahan dunia yang kamu miliki. Kisah nyata itulah yang dilakoni dua pria bernama Christopher Thomas Knight dan Christopher McCandless.
Christopher Thomas Knight meninggalkan kemewahan dunia setelah dirinya kehabisan bensin di tengah hutan, pada tahun 1986. Bukannya mencari bantuan, Christopher Knight justru memilih untuk menghilang dari dunia dan hidup sendiri di tengah hutan liar Maine, Amerika Serikat.
Saat itu, Knight baru berusia 20 tahun. Ia tengah menyetir di daerah pedalaman dan tiba-tiba mobilnya kehabisan bensin. Alih-alih mencari bantuan, ia memutuskan untuk berjalan ke dalam hutan… dan tidak pernah kembali. Ia menghindari semua kontak dengan manusia selama 27 tahun!
Selama hampir tiga dekade, Knight tidak pernah berbicara dengan siapapun, tidak memiliki ponsel, listrik, atau alat komunikasi apa pun. Ia membangun tempat persembunyian kecil yang tersembunyi di balik semak belukar, sangat sulit ditemukan bahkan oleh orang lokal.
Ia bertahan hidup dengan mencuri makanan, pakaian, dan perlengkapan dari kabin dan rumah-rumah musim panas di sekitar hutan. Walaupun mencuri, ia selalu melakukannya dengan sangat hati-hati dan tidak merusak barang-barang. Aksi misterius ini membuat warga setempat memberinya julukan “The North Pond Hermit” (Si Pertapa Danau Utara).
Knight sangat ahli menyembunyikan dirinya. Bahkan saat musim dingin bersalju tebal, ia bisa bertahan tanpa jejak. Ia tidur dengan kantong tidur khusus dan teknik berlapis agar tetap hangat, meskipun suhu bisa turun hingga -20°C.
Hebatnya, selama 27 tahun itu, Knight hanya sekali berbicara dengan manusia — saat ia menyapa seorang pejalan kaki dengan kata “hi”. Selebihnya, ia hidup dalam kesunyian total. Bagi Knight, ketenangan adalah segalanya. Ia merasa nyaman dalam isolasi.
Ia akhirnya tertangkap pada tahun 2013 setelah memasuki gudang penyimpanan makanan. Setelah ditahan, banyak orang penasaran dengan sosoknya — bagaimana bisa seseorang hidup sendirian begitu lama dan tetap sehat secara mental dan fisik?
Knight mengaku bahwa ia tidak gila. Ia hanya merasa tidak cocok dengan dunia modern. Setelah dibebaskan, ia menjalani hidup sederhana dan menjauhi media. Kisahnya pun diangkat dalam buku “The Stranger in the Woods” karya Michael Finkel.
Jika Christopher Knight menghilang dan kembali lagi ke kehidupan normal. Lain halnya dengan Christopher McCandless. Pemuda cerdas dan idealis lulusan Emory University ini, memilih meninggalkan segalanya.
Tanpa pamit ke keluarga, ia sumbangkan semua tabungan, memusnahkan identitas,
dan pergi menghilang. Ia ganti nama menjadi Alexander Supertramp. Dua tahun penuh ia berkelana. Menumpang kendaraan, berjalan kaki, tidur di alam terbuka, bekerja di ladang gandum,
tinggal di komunitas gelandangan.
Dalam perjalanannya, ia mencatat segalanya di jurnal: pikiran, keraguan, alam, dan pencariannya akan hidup yang sejati. Banyak orang yang ia temui menyukainya. Beberapa menawarkan tempat tinggal. Satu orang bahkan ingin mengadopsinya.
Tapi semuanya ditinggalkan. Karena satu tujuan belum tercapai: hidup sendirian di hutan Alaska. April 1992, ia tiba di belantara Alaska. Tanpa peta, tanpa kompas, hanya membawa beras, senapan kecil, dan buku panduan tumbuhan liar.
Di tengah hutan, ia menemukan bus tua terbengkalai. Bekas tempat istirahat pemburu. Bus itu jadi tempat tinggalnya.
Ia menyebutnya: Magic Bus. Selama lebih dari seratus hari, ia berburu, memancing,
menulis catatan harian, membaca buku-buku kesukaannya. Ia hidup dengan tenang. Merasa bebas. Merasa utuh.
Tapi keadaan berubah. Musim panas datang. Salju mencair. Sungai yang dulu dangkal kini berubah jadi arus besar.
Jalan pulang tertutup. Ia terjebak. Makanan habis. Tubuh melemah. Ia mencoba bertahan hidup dengan memakan biji tanaman liar. Namun salah pilih. Tubuhnya tidak mampu menyerap nutrisi. Keracunan pun terjadi.
Hari demi hari, kondisinya makin menurun.
Berat badannya turun drastis. Tulisannya makin lemah. Kalimat makin pendek. Nadanya berubah. Dari optimis, menjadi putus asa. Pesan terakhir ditulis dengan susah payah: “Happiness only real when shared.” Kebahagiaan hanya nyata jika dibagikan.
Agustus 1992, jasadnya ditemukan oleh pemburu. Terlentang di sleeping bag. Dengan jurnal setebal seratus halaman.
Dan kamera berisi potret hari-hari terakhirnya. Kisahnya menyebar luas. Jurnalis Jon Krakauer menelusuri perjalanannya. Lalu menulis buku berjudul Into the Wild.
Buku itu menjadi best-seller. Difilmkan tahun 2007 oleh Sean Penn. Dengan aktor Emile Hirsch sebagai Chris. Bus tempat ia tinggal jadi tempat ziarah. Ratusan orang datang tiap tahun. Tapi karena banyak yang celaka, bus itu akhirnya dipindahkan oleh helikopter tahun 2020.
Kisah Christopher McCandless dan Christopher Knight mengajarkan kita bahwa setiap orang punya cara sendiri untuk menemukan kedamaian — bahkan jika itu harus meninggalkan segalanya dan hidup menyendiri di hutan, jauh dari keramaian dan kemewahan duniawi.
