- Seruan Serikat Petani Indonesia Pasca Protes dan Kerusuhan Agustus
- Mendorong Koeksistensi Manusia dan Orangutan Tapanuli
- UNAS dan Kedubes Malaysia Inisiasi Penanaman Mangrove di Desa Sukawali, Tangerang
- Pegunungan Dolok Paung Tidak Lagi Memberi Air Kehidupan Bagi Masyarakat Adat Huta Parpatihan
- Kembalinya Operasi PT Gag Nikel Kabar Buruk Bagi Upaya #SaveRajaAmpat
- Gatal Kepala dan Sebal
- Oki Setiana Dewi Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Jakarta
- HUT ke 24 PD, SBY Melukis Only The Strong Langsung di Hadapan Ratusan Kader Demokrat
- Greenpeace Asia Tenggara Bawa Cerita #SaveRajaAmpat ke Forum PBB, Desak Tata Kelola Nikel
- Spirit dan Kesyahduan Peringatan Maulid Nabi Musola Nurul Hikmah dan Yayasan Ihsan Nur
Riset Paleotsunami Catat Tsunami Raksasa 1.800 Tahun Lalu di Selatan Jawa
.jpg)
BANDUNG - Sebagai negara yang
berada di pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia, yakni Eurasia,
Indo-Australia, dan Pasifik, Indonesia memiliki tingkat kerawanan yang tinggi
terhadap bencana gempa bumi dan tsunami, terutama di wilayah pesisir selatan
Jawa.
Namun, catatan sejarah mengenai peristiwa tsunami di wilayah
ini masih sangat terbatas. “Artinya, kita bisa saja melewatkan ancaman besar
yang pernah terjadi di masa lalu, sebagaimana kita lihat pada kasus tsunami
raksasa Aceh 2004,” kata Periset Bidang Sedimentologi, Pusat Riset Kebencanaan
Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Purna Sulastya Putra, dalam
keterangan tertulis, Senin (14/7).
Untuk mengisi kekosongan pengetahuan tersebut, tim BRIN
melakukan riset paleotsunami, yaitu studi
ilmiah untuk mendeteksi jejak tsunami purba berdasarkan data geologi melalui
lapisan sedimen yang tersimpan di tanah dan batuan. Riset ini memungkinkan tim
bisa memetakan peristiwa tsunami yang terjadi bahkan ribuan tahun lalu.
Baca Lainnya :
- Penemuan Dua Spesies Baru Katak Bertaring di Pegunungan Meratus, Kalimantan1
- Tim Peneliti UGM Temukan Tujuh Spesies Baru Lobster Air Tawar di Papua Barat0
- BRIN-UNISBA Riset Karakterisasi Sumber Daya Geologi dan Pemanfaatan Mineral Ikutan0
- BRIN - UNPAD Gagas Pusat Kolaborasi Riset Kelautan0
- BRIN Ungkap Proyeksi Angin Ekstrem di Jawa Timur, Tertinggi di Indonesia0
Berdasarkan survei lapangan yang telah dilakukan sejak 2006
hingga 2024, tim mencatat adanya lapisan endapan tsunami purba, salah satunya
diperkirakan berasal dari kejadian tsunami sekitar 1.800 tahun yang lalu.
Endapan tersebut tersebar di wilayah selatan Jawa, seperti Lebak, Pangandaran,
Kulon Progo, hingga Pacitan.
Temuan endapan tsunami dengan umur yang sama di berbagai
lokasi sepanjang selatan Jawa mengindikasikan bahwa peristiwa tersebut sangat
besar (tsunami raksasa), kemungkinan merupakan akibat dari gempa megathrust bermagnitudo
9 atau lebih, seperti yang terjadi pada tsunami Aceh 2004.
Untuk melengkapi temuan tersebut, pada Mei 2025, BRIN
melanjutkan kegiatan survei di wilayah selatan Kulon Progo, Bantul, dan Gunung
Kidul, dengan fokus pencarian jejak tsunami yang lebih muda usianya, karena
secara hipotesis perulangan gempa besar dengan magnitudo >9.0 di selatan
Jawa adalah sekitar 675 tahun sekali.
“Metode yang digunakan adalah pemboran tangan, trenching atau
pembuatan kolam paritan, dan pemetaan LiDAR,” jelas Purna.
“Ekspedisi kami kali ini difokuskan untuk mencari jejak
paleotsunami yang usianya lebih muda dari sekitar 1.800 tahun yang lalu, agar
kami bisa merekonstruksi berapa kali tsunami raksasa akibat gempa megathrust bermagnitudo
lebih dari 9 pernah terjadi di selatan Jawa,” ujar Purna.
Hasil trenching di kawasan Kulon Progo
membuahkan hasil berupa ditemukannya tiga lapisan pasir yang diduga kuat
sebagai endapan tsunami purba. Lapisan tersebut mengandung foraminifera laut
dan memiliki struktur khas akibat hempasan gelombang besar.
Purna menerangkan bahwa salah satu lapisan yang ditemukan
diduga berasal dari kejadian tsunami sekitar 1.800 tahun lalu. Ia juga
menambahkan bahwa terdapat lapisan-lapisan lain yang usianya lebih muda, yang
mengindikasikan bahwa tsunami besar kemungkinan telah terjadi berulang kali di
wilayah tersebut.
Saat ini, proses analisis terhadap sampel-sampel sedimen
tersebut masih berlangsung. Sampel dengan analisis radiocarbon
dating sedang dikirim ke laboratorium luar negeri untuk mengetahui
waktu kejadian tsunami purba.
“Temuan paleotsunami ini bukan sekadar catatan akademik.
Data tersebut sangat penting untuk menyusun zonasi wilayah rawan bencana,
menjadi pertimbangan tata ruang dan pembangunan wilayah pesisir, serta
meningkatkan kesadaran publik termasuk simulasi evakuasi tsunami (tsunami
drill), khususnya di kawasan wisata Pantai,” tegas Purna.
Dirinya berharap, temuan ini menjadi bagian dari pengambilan
kebijakan berbasis data ilmiah. Sehingga, mitigasi bencana dapat dilakukan
secara lebih tepat, efektif, dan menyeluruh. (lcz/ed:kg, tnt)
