- Seruan Serikat Petani Indonesia Pasca Protes dan Kerusuhan Agustus
- Mendorong Koeksistensi Manusia dan Orangutan Tapanuli
- UNAS dan Kedubes Malaysia Inisiasi Penanaman Mangrove di Desa Sukawali, Tangerang
- Pegunungan Dolok Paung Tidak Lagi Memberi Air Kehidupan Bagi Masyarakat Adat Huta Parpatihan
- Kembalinya Operasi PT Gag Nikel Kabar Buruk Bagi Upaya #SaveRajaAmpat
- Gatal Kepala dan Sebal
- Oki Setiana Dewi Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Jakarta
- HUT ke 24 PD, SBY Melukis Only The Strong Langsung di Hadapan Ratusan Kader Demokrat
- Greenpeace Asia Tenggara Bawa Cerita #SaveRajaAmpat ke Forum PBB, Desak Tata Kelola Nikel
- Spirit dan Kesyahduan Peringatan Maulid Nabi Musola Nurul Hikmah dan Yayasan Ihsan Nur
Ritual Pemindahan Benda Pusaka di Situs Kabuyutan Ciburuy Garut
.jpg)
RATUSAN Masyarakat Adat Ciburuy
menyaksikan pelaksanaan ritual pemindahan dan penyiraman benda pusaka di situs
Kabuyutan Ciburuy, Desa Pamalayan, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa
Barat.
Ritual yang lazim disebut Seba ini
bertujuan sebagai pengingat kepada para leluhur, sekaligus untuk membersihkan
jasmani dan rohani Masyarakat Adat dengan perantara membersihkan benda-benda
pusaka peninggalan leluhur.
Masyarakat Adat bersama para lungsuran karuhun (keturunan
asli leluhur) menggunakan pakaian serba putih atau pangsi saat
ritual. Sementara, para pemangku dan pengurus adat menggunakan sarung dan
masyarakat lainnya menggunakan pakaian bebas dan sopan.
Baca Lainnya :
- Kementan Perkuat Hilirisasi Perkebunan di Timur Indonesia0
- Akselerasi Proyek Gasifikasi di Nias Wujud Nyata Swasembada Energi0
- Menikmati Konser Berkonsep Piknik dengan Panorama Labuan Bajo0
- Ratusan Jurnalis Terkemuka Dunia Tuntut Akses Masuk ke Gaza0
- AMAN Kecam Perusakan Situs Masyarakat Adat di Minahasa Tenggara0
Kegiatan ritual yang dilaksanakan pada Selasa, 15 Juli 2025
mulai pukul 21.00 Wib, ditandai dengan memandikan benda pusaka dengan mata air
pegunungan yang biasa digunakan oleh masyarakat. Air yang mengalir dari proses
memandikan benda pusaka ini di taruh di wadah besar dan nantinya akan dibagikan
kepada masyarakat sekitar karena diyakini dapat menjadi obat dan pembawa
keberkahan.
Setelah dimandikan, benda pusaka yang dikeluarkan dari bale
pangalihan akan dikembalikan ke bale padaleman. Kemudian,
ritual memandikan benda pusaka ini ditutup dengan doa bersama.
Setelah proses pemindahan masyarakat kemudian melepas pagar
batas yang mengelilingi situs kabuyutan ciburuy untuk diganti dengan pagar
bambu yang baru.
“Pengembalian benda pusaka ke bale padaleman merupakan suatu
pengingat akan tempat kembalinya manusia ke asalnya,” terang Nana
Sumpena, selaku jurukunci Kabuyutan Ciburuy.
Nana menambahkan proses pemindahan benda pusaka ini
sederhana, namun memiliki makna mendalam.
“Upami ngalihkeun benda pusaka, etamah lir ibarat
hijrahna nabi. Upami diuihkeuna deui ti pangalihan ka padaleman etamah lir
ibarat manusa diuihkeun deui ka tempat asalna (tanah),” paparnya dalam
bahasa Sunda, yang artinya: Jika memindahkan benda pusaka, itu ibaratnya hijrah
Nabi. Jika dikembalikannya lagi dari Pangalihan ke Padaleman itu ibaratnya
manusia yang kembali ke asalnya (tanah).
Ritual sempat terhenti tujuh tahun. Dokumentasi
AMAN
Ritual Sempat Dihentikan
Nana menjelaskan ritual ini sempat terhenti karena kecaman
masyarakat sekitar yang menyatakan tindakan memandikan dan berdoa di depan
benda-benda pusaka itu suatu bentuk kemusyrikan.
Namun saat ritual dihentikan, sejumlah masyarakat mengalami
sakit demam berkepanjangan. Semakin lama ritual tidak dilaksanakan, kondisi
kesehatan masyarakat semakin parah. Nana menyebut setiap minggu, pasti ada yang
meninggal.
“Masyarakat teh paranas tiris, dugi kan barereum salirana
saking ku panas na. heg kapungkurteh tiap tepung minggu sok aya wae anu
ngantunkeun,” ungkapnya, yang artinya : Masyarakat demam, hingga badan
mereka berwarna merah saking panasnya. Belum lagi dulu tiap minggu selalu ada
yang meninggal dunia.
Setelah hampir 7 tahun terhenti, akhirnya para keturunan
adat sepakat untuk kembali melaksanakan ritual adat Seba. Sejak
itu, kejadian yang disebut Taneuh Bereum itu hanya menjadi
cerita di masyarakat.
“Disebatnateh Taneuh bereum dan ngarantunkeuna dina
kaayaan salirana barereum,” tutur Nana, yang artinya: Disebut Tanah Merah
karena meninggal dalam keadaan badan yang merah (karena panas tinggi).
Kini, ritual memandikan benda pusaka masih terus
dilaksanakan di situs Kabuyutan Ciburuy. (Fujianti Nurjannah)
