- AHY: Spirit Kurban Pedoman Dalam Pengabdian Bernegara
- BRIN-UNISBA Riset Karakterisasi Sumber Daya Geologi dan Pemanfaatan Mineral Ikutan
- Mentan Ungkap Kejanggalan Data Beras di Cipinang, Diduga Permainan Mafia Pangan
- AHY Dorong UMKM di Indonesia Maju, Berkembang dan Mendunia
- Kisah Gayatri, Istri Raja Pertama Majapahit, Nenek Hayam Wuruk
- Ini Sejumlah Lokasi Berburu Matahari Terbit sambil Wisata Kuliner
- KKP Tangkap 2 Kapal Ikan Asal Malaysia di Selat Malaka
- Dari Pesisir Nusa Lembongan, PLN Bangun Kemandirian Ekonomi Melalui Rumput Laut
- Beras!
- BRIN Manfaatkan Drone LiDAR Pantau Keberhasilan Konservasi Hutan Mangrove
Kelezatan (Pengetahuan) Pangan

Bandung Mawardi
Tukang kliping, bapak rumah tangga
Baca Lainnya :
- Pesan Harmoni dari Sungai Ciliwung di Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional0
- Tingkatkan Kualitas Pascasarjana, UIN Jakarta Siap Buka Tiga Program Doktor Baru 0
- 4 PTN yang Baru Buka Kedokteran di SNBT 20250
- Senyum Sumringah dan Harapan Titiek Soeharto Saat Panen Anggur di Bandung Barat0
- Aksi Premanisme Ormas di Kawasan Industri Mendesak Ditangani 0
HARI-hari berlalu, murid-murid
membentuk biografi sebagai penikmat makanan cap pemerintah. Mereka mendapat
suguhan makanan bergizi. Di piring atau wadah, murid-murid pernah melihat
daun-daun. Mereka dianjurkan menikmati beragam daun. Pada saat makan, murid-murid
mungkin sekadar berpikir lezat. Mereka belum memiliki kewajiban mengurusi nama
dan asal.
Peristiwa ribuan atau jutaan murid makan dapat membujuk kita
kembali membuka lembaran-lembaran sejarah Indonesia bersayur. Daun-daun itu
biasa berarti sayuran. Daun-daun dalam pelbagai olahan dan tampilan. Di
Indonesia, sayuran itu bukan sekadar santapan.
Pada masa lalu, sayuran berkaitan kedaulatan. Pada babak
awal Indonesia bercerai dari kolonialisme, sayuran turut menjadi tema. Jutaan
orang memang sedang kebingungan dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Revolusi
biasa bercerita lapar dan prihatin. Indonesia sedang mengusahakan ketersediaan
pangan. Sawah, kebun, atau ladang itu alamat agar revolusi berarti menumpas
lapar. Indonesia belum kepikiran makmur.
Ingatan silam berhak diajarkan kepada para guru dan murid.
Secuil pengetahuan agar melek Indonesia bersayur dalam arus revolusi. Pada
1947, Balai Pustaka menerbitkan buku berjudul Sajoer-Sajoeran Negeri Kita.
Buku itu disalin oleh Nur Sutan Iskandar. Kita perhatikan tahun terbit buku dan
kepentingan penerbit. Dua tahun setelah proklamasi, Indonesia memiliki tajuk
revolusi dalam sayuran. Pengetahuan sayuran diajarkan melalui bacaan dan
pengalaman atas tanah subur di Indonesia.
Sayuran tentu bukan berupa daun-daun saja. Di situ, ada
penjelasan dan gambar-gambar mengajak pembaca mengenali beragam sayuran.
Keterangan dicantumkan dalam buku: “Istimewa di Djawa Barat njata sekali anak
negeri koerang soeka makan sajoer. Siapa jang djadi koerban hal itoe! Teroetama
anak-anak ketjil! Padahal makan sajoer itoe besar paedahnja bagi memelihara
kesehatan. Tetapi karena tidak tahoe, hal itoe diabaikan sadja. Sajoer tidak
dimakan apabila tidak enak rasanja.” Kabar itu buruk. Indonesia ingin kuat.
Anak-anak dianjurkan rajin makan sayuran. Tanggung jawab besar berada di
keluarga dan sekolah.
Soekarno dan Hatta memang tak membuat teks berisi seruan
menanam dan makan sayuran. Buku lawas itu sekadar mengingatkan Indonesia bukan
negara sakit gara-gara bodoh dalam gizi atau abai sayuran. Indonesia justru
“surga” sayuran meski belum mendapat pemaknaan terpenting saat revolusi. Di
buku, kita membaca: “Hampir di mana-mana ada sajoer dan dapat ditanam dengan
setjoekoepnja. Tambahan poela di Indonesia terlaloe amat banjak
sajoer-sajoeran…” Kita mengerti sayur bisa ditanam di pekarangan.
Keluarga-keluarga berakraban dengan sayur mulai dari rumah, sebelum mengerti perdagangan
sayur di pasar atau warung.
Masa lalu Indonesia itu sayur. Sejak puluhan tahun lalu
ajaran sayur turut membentuk (kemuliaan) Indonesia sebelum ada kebijakan
fantastis: makan bergizi gratis. Murid-murid menikmati sayuran berhak
mengetahui tempat dan cara mengurusi tanaman sayuran.
Kita membuka buku berjudul Kebun Sajur di Pekarangan Anda
(1966) susunan Slamet Soeseno. Buku terbit setelah malapetaka 1965. Jutaan
orang Indonesia merana akibat kisruh kekuasaan. Mereka membutuhkan pangan tapi
kekacauan politik mengakibatkan kesulitan dalam pemenuhan pangan. Sayuran
mendingan diadakan sendiri ketimbang selalu membeli demi kecukupan pangan
bergizi dan penghematan.
Slamet Soeseno menerangkan: “Kalau mempunjai halaman
disekitar rumah, kemudian mengusahakannja sebagai sumber bahan makanan untuk
keperluan dapur sendiri sehari-hari, itulah jang kami maksud dengan
berswasembada pangan.” Dulu, Soekarno pernah berseru agar orang-orang
mengartikan pekarangan itu sumber pangan. Seruan itu berulang oleh Soeharto
meski ia memiliki misi besar: swasembada beras. Slamet Soeseno memastikan
swasembada sayuran itu penting.
Sayur itu hidup dan harga diri Indonesia. Sayur bermakna
dalam sejarah revolusi Indonesia. Kita simak penjelasan Slamet Soeseno: “Ketika
kita mendjalankan revolusi fisik melawan agresi Belanda tempo hari, kita djuga
bisa bertahan sampai menang karena mendapat suplai makanan dari kaum tani kita
di gunung-gunung. Sokoguru revolusi kita ini memang sudah berswasembada pangan
sedjak dulu kala.”
Penjelasan itu bisa diterapkan lagi masa sekarang. Kebijakan
makanan bergizi gratis disempurnakan anjuran bertema sayuran di pekarangan
rumah atau lahan-lahan kosong dalam asuhan publik. Indonesia abad XXI tetap
membutuhkan sayuran. Kita memiliki sumber pustaka berlimpah jika ingin
mengadakan pengajaran sayur di seantero Indonesia. Guru dan murid menjadi sasaran
terpenting dalam menumbuhkan pengetahuan sayuran. Mereka bakal memiliki
keistimewaan imbuhan setelah berperan dalam adegan makan bergizi gratis.
Buku mutakhir itu berjudul Upaboga di Indonesia
(2003) susunan Suryatini N Ganie. Ensiklopedia sederhana mudah dipelajari guru
dan murid dalam selingan suguhan belasan mata pelajaran di sekolah. Kita
membaca entri daun bawang: “Termasuk jenis sayur-sayuran untuk berbagai
hidangan Barat atau Cina yang kini juga digunakan dalam masakan Indonesia.”
Penjelasan mengenai bayam: “Jenis sayur-sayuran, dan karena yang dimakan adalah
daunnya, maka harus dipetik pada waktu masih muda. Bayam dapat dimakan mentah
sebagai lalap, dikukus, dan dibuat sayur. Daun bayam muda banyak mengandung
vitamin A.”
Kini, kita menanti kebijakan pemerintah berlanjut dengan
pengadaan pustaka pangan agar murid-murid turut merasakan “kelezatan”
pengetahuan setelah menghabiskan menu di piring. Begitu.
