Belum Padam: Korban Kabut Asap di Sumsel Ajukan Banding ke Pengadilan Tinggi

By PorosBumi 17 Jul 2025, 09:50:15 WIB Lingkungan
Belum Padam: Korban Kabut Asap di Sumsel Ajukan Banding ke Pengadilan Tinggi

PALEMBANG - Semangat juang korban kabut asap di Sumatera Selatan masih belum padam. Pagi ini, sejumlah warga Sumatera Selatan menyambangi gedung Pengadilan Tinggi Palembang. Dalam keheningan, mereka menyuarakan jeritan korban kabut asap yang tak didengar majelis hakim lewat spanduk berbunyi Belum Merdeka dari Asap, Pulihkan Gambut Selamatkan Iklim dan Forest not Fires. Dengan kostum pemadam kebakaran lengkap, peserta aksi juga mendatangi destinasi ikonik di Kota Palembang, Jembatan Ampera.

Aksi ini dilakukan menyusul pernyataan banding yang diajukan sebelas korban kabut asap Sumatera Selatan ke Pengadilan Tinggi Palembang. Bersama dengan Greenpeace Indonesia sebagai penggugat intervensi, upaya hukum lanjutan ini ditempuh sebagai bentuk perlawanan atas putusan NO yang diterbitkan oleh majelis hakim pekan lalu. 

“Keputusan majelis hakim yang menyatakan bahwa gugatan kami tidak dapat diterima adalah tanda kalau mereka bahkan tidak sampai menyentuh intisari dari gugatan kami. Jadi hanya berhenti di persoalan formil saja. Padahal, gugatan ini adalah salah satu bentuk ikhtiar kami untuk dapat hidup di lingkungan yang bersih dan sehat,” tandas Rendy Zuliansyah, salah satu dari sebelas penggugat.

Baca Lainnya :

Majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang, yang terdiri dari Oloan Exodus Hutabarat, Agung Ciptoadi, dan Eduward, memutus untuk tidak menerima gugatan terhadap tiga perusahaan kayu—PT Bumi Mekar Hijau, PT Bumi Andalas Permai, dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries. Dalam memutus gugatan ini, majelis hakim menganggap bahwa gugatan sebelas korban kabut asap tidak jelas, karena tidak menuntut pemulihan. 

Several South Sumatran residents hold a peaceful protest at an iconic site in Palembang, South Sumatra, following the appeal submission of the smoke-haze lawsuit. © Muhammad Hatta/Greenpeace

Sementara itu, gugatan intervensi yang diajukan oleh Greenpeace Indonesia dianggap kurang pihak, lantaran tidak melibatkan pemerintah dalam tuntutan. Tim kuasa hukum penggugat menilai putusan hakim ini bermasalah dan menyalahi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 1 tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. 

“Penggugat telah menuntut restorasi lingkungan yang sebenarnya bagian dari pemulihan dalam petitum. Namun, majelis hakim masih menilai bahwa gugatan kami tidak jelas karena dianggap tidak mencantumkan permohonan pemulihan lingkungan. Kami menilai hakim telah menyalahi pasal 189 ayat (3) yang menyatakan bahwa hakim dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon atau ultra petita,” ujar Sekar Banjaran Aji, mewakili tim kuasa hukum para penggugat. 

Tim kuasa hukum juga berpendapat majelis hakim salah kaprah menganggap gugatan intervensi Greenpeace Indonesia kurang pihak. Perma Nomor 1 Tahun 2023 jelas menyatakan bahwa pemerintah tidak wajib menjadi pihak terkait dalam suatu kasus. Selain itu, hak untuk menarik pihak terkait dalam perkara strict liability (pertanggungjawaban mutlak tanpa kesalahan) itu tidak ada pada penggugat.

“Para tergugatlah yang harus memohonkan jika ada pihak terkait perkara. Jika hakim terus menerus salah menerapkan Perma Nomor 1 Tahun 2023, bagaimana korban pencemaran bisa menang menuntut para pencemar?” ujar Sekar.

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment