- Belantara Foundation Bersama Mitra dari Jepang Kembali Tanam Pohon di Riau
- Manfaatkan PLTS, Desa Energi Berdikari di Karawang Tingkatkan Ekonomi Petani
- Menkeu Terbitkan Aturan Penempatan Rp200 Triliun Uang Negara di Bank Umum Mitra
- Seruan Serikat Petani Indonesia Pasca Protes dan Kerusuhan Agustus
- Mendorong Koeksistensi Manusia dan Orangutan Tapanuli
- UNAS dan Kedubes Malaysia Inisiasi Penanaman Mangrove di Desa Sukawali, Tangerang
- Pegunungan Dolok Paung Tidak Lagi Memberi Air Kehidupan Bagi Masyarakat Adat Huta Parpatihan
- Kembalinya Operasi PT Gag Nikel Kabar Buruk Bagi Upaya #SaveRajaAmpat
- Gatal Kepala dan Sebal
- Oki Setiana Dewi Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Jakarta
Belum Padam: Korban Kabut Asap di Sumsel Ajukan Banding ke Pengadilan Tinggi
.jpg)
PALEMBANG - Semangat juang korban kabut asap di
Sumatera Selatan masih belum padam. Pagi ini, sejumlah warga Sumatera Selatan
menyambangi gedung Pengadilan Tinggi Palembang. Dalam keheningan, mereka
menyuarakan jeritan korban kabut asap yang tak didengar majelis hakim lewat
spanduk berbunyi Belum Merdeka dari Asap, Pulihkan Gambut Selamatkan
Iklim dan Forest not Fires. Dengan kostum pemadam
kebakaran lengkap, peserta aksi juga mendatangi destinasi ikonik di Kota
Palembang, Jembatan Ampera.
Aksi ini dilakukan menyusul pernyataan banding yang diajukan
sebelas korban kabut asap Sumatera Selatan ke Pengadilan Tinggi Palembang.
Bersama dengan Greenpeace Indonesia sebagai penggugat intervensi, upaya hukum
lanjutan ini ditempuh sebagai bentuk perlawanan atas putusan NO yang
diterbitkan oleh majelis hakim pekan lalu.
“Keputusan majelis hakim yang menyatakan bahwa gugatan kami
tidak dapat diterima adalah tanda kalau mereka bahkan tidak sampai menyentuh
intisari dari gugatan kami. Jadi hanya berhenti di persoalan formil saja.
Padahal, gugatan ini adalah salah satu bentuk ikhtiar kami untuk dapat hidup di
lingkungan yang bersih dan sehat,” tandas Rendy Zuliansyah, salah satu dari
sebelas penggugat.
Baca Lainnya :
- Hari Populasi Dunia, Kampanye Tanam Pohon di Bedono Jadi Contoh Mitigasi Abrasi Pesisir0
- LindungiHutan Dorong Tebus Jejak Karbon dengan Penanaman Pohon0
- Menhut Resmikan Pusat Komando Penegakan Hukum Kehutanan Bali–Nusa Tenggara0
- LindungiHutan Rilis Data CSR Teraktif dalam Aksi Tanam Pohon 20250
- AHY: Ini Call to Action, Kita Tidak Tinggal Diam Saat Bumi Terluka0
Majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang, yang terdiri dari
Oloan Exodus Hutabarat, Agung Ciptoadi, dan Eduward, memutus untuk tidak
menerima gugatan terhadap tiga perusahaan kayu—PT Bumi Mekar Hijau, PT Bumi
Andalas Permai, dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries. Dalam memutus
gugatan ini, majelis hakim menganggap bahwa gugatan sebelas korban kabut asap
tidak jelas, karena tidak menuntut pemulihan.
Several South Sumatran residents
hold a peaceful protest at an iconic site in Palembang, South Sumatra,
following the appeal submission of the smoke-haze lawsuit. © Muhammad
Hatta/Greenpeace
Sementara itu, gugatan intervensi yang diajukan oleh
Greenpeace Indonesia dianggap kurang pihak, lantaran tidak melibatkan
pemerintah dalam tuntutan. Tim kuasa hukum penggugat menilai putusan hakim ini
bermasalah dan menyalahi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 1 tahun 2023
tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
“Penggugat telah menuntut restorasi lingkungan yang
sebenarnya bagian dari pemulihan dalam petitum. Namun, majelis hakim masih
menilai bahwa gugatan kami tidak jelas karena dianggap tidak mencantumkan
permohonan pemulihan lingkungan. Kami menilai hakim telah menyalahi pasal 189
ayat (3) yang menyatakan bahwa hakim dilarang memberi keputusan tentang hal-hal
yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon atau ultra
petita,” ujar Sekar Banjaran Aji, mewakili tim kuasa hukum para
penggugat.
Tim kuasa hukum juga berpendapat majelis hakim salah kaprah
menganggap gugatan intervensi Greenpeace Indonesia kurang pihak. Perma Nomor 1
Tahun 2023 jelas menyatakan bahwa pemerintah tidak wajib menjadi pihak terkait
dalam suatu kasus. Selain itu, hak untuk menarik pihak terkait dalam
perkara strict liability (pertanggungjawaban mutlak tanpa
kesalahan) itu tidak ada pada penggugat.
“Para tergugatlah yang harus memohonkan jika ada pihak
terkait perkara. Jika hakim terus menerus salah menerapkan Perma Nomor 1 Tahun
2023, bagaimana korban pencemaran bisa menang menuntut para pencemar?” ujar
Sekar.
