- Seruan Serikat Petani Indonesia Pasca Protes dan Kerusuhan Agustus
- Mendorong Koeksistensi Manusia dan Orangutan Tapanuli
- UNAS dan Kedubes Malaysia Inisiasi Penanaman Mangrove di Desa Sukawali, Tangerang
- Pegunungan Dolok Paung Tidak Lagi Memberi Air Kehidupan Bagi Masyarakat Adat Huta Parpatihan
- Kembalinya Operasi PT Gag Nikel Kabar Buruk Bagi Upaya #SaveRajaAmpat
- Gatal Kepala dan Sebal
- Oki Setiana Dewi Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Jakarta
- HUT ke 24 PD, SBY Melukis Only The Strong Langsung di Hadapan Ratusan Kader Demokrat
- Greenpeace Asia Tenggara Bawa Cerita #SaveRajaAmpat ke Forum PBB, Desak Tata Kelola Nikel
- Spirit dan Kesyahduan Peringatan Maulid Nabi Musola Nurul Hikmah dan Yayasan Ihsan Nur
Kenapa Sambungan Rel Kereta Api Harus Ada Celah? Ini Penjelasannya
1.jpg)
JAKARTA – Pernahkah Anda mendengar
suara “duk-duk” berulang saat kereta api melaju di atas rel? Suara tersebut
berasal dari sambungan rel yang memang sengaja dirancang memiliki jarak atau
celah antar batang rel. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 1
Jakarta menjelaskan bahwa keberadaan celah tersebut memiliki fungsi teknis yang
sangat penting untuk keselamatan dan keandalan perjalanan kereta api.
Manager Humas KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko,
mengatakan bahwa sambungan rel dengan celah bukanlah kesalahan konstruksi,
melainkan bagian dari rekayasa teknik rel yang telah diperhitungkan secara
cermat.
“Celah atau jarak pada sambungan rel bertujuan untuk
mengantisipasi perubahan panjang rel akibat suhu. Besi atau baja sebagai bahan
rel akan memuai saat panas dan menyusut saat dingin. Jika tidak ada celah, maka
rel bisa melengkung atau bahkan retak akibat tekanan termal,” ujar Ixfan.
Baca Lainnya :
- Mengubah Utang Menjadi Strategi Membangun Diri0
- Cinta Laura dan LindungiHutan Tanam 739 Pohon Mangrove di Pesisir Pulau Pari 0
- Bendungan Bulango Ulu Hampir Rampung, Siap Jadi Penopang Swasembada Pangan Gorontalo0
- Pasar, Novel dan Harapan0
- Buku Pelajaran dan Ketokohan0
Fenomena pemuaian dan penyusutan ini dikenal sebagai thermal
expansion. Pada siang hari, suhu rel dapat meningkat tajam karena paparan sinar
matahari langsung. Tanpa ruang pemuaian yang cukup, sambungan antar rel akan
mengalami tekanan besar yang bisa menyebabkan track buckling atau pelengkungan
rel, yang berisiko terhadap keselamatan perjalanan kereta api.
“Dengan adanya celah, rel diberikan ruang untuk memuai
sehingga tekanan tidak terkonsentrasi di satu titik. Inilah kenapa desain
sambungan rel dibuat tidak rapat sempurna,” tambah Ixfan.
Selain celah sambungan, KAI juga menggunakan rail joint bars
(plat sambungan) dan fish bolts (baut khusus) untuk menyambungkan antar batang
rel. Sistem ini tidak hanya memberikan fleksibilitas terhadap perubahan suhu,
tetapi juga mempermudah proses perawatan, inspeksi, dan penggantian rel jika
diperlukan.
KAI Daop 1 Jakarta juga menjelaskan bahwa untuk jalur-jalur
strategis dan padat, kini banyak digunakan rel jenis continuous welded rail
(CWR), yang menggunakan teknik penyambungan rel tanpa celah. Namun, pada jalur
dengan rel jenis ini, diperlukan sistem penanganan ekspansi termal yang lebih
kompleks, seperti rail anchor dan ballast retention.
“Kami ingin masyarakat memahami bahwa suara sambungan rel
dan keberadaan celah adalah bagian dari sistem yang aman dan sudah sesuai
standar internasional,” ujar Ixfan. “Ini adalah bagian dari komitmen KAI untuk
menjaga keselamatan perjalanan kereta api.”
Melalui edukasi seperti ini, KAI berharap masyarakat semakin
mengapresiasi aspek teknis dari operasional perkeretaapian yang selama ini
mungkin luput dari perhatian.
